Gencatan Senjata Hamas dan Israel, Awal Perdamaian atau Sekadar Jeda Perang?

Ifan Jafar Siddik
Warga Gaza bersorak gembira menyambut dimulainya gencatan senjata antara Hamas dan Israel di Rafah, Gaza Selatan, Jumat (10/10/2025). Foto: iNews.id

BOGOR, iNewsBogor.id — Harapan baru muncul di tengah gelombang konflik berkepanjangan antara Israel dan Hamas. Setelah lebih dari satu tahun serangan mematikan yang menghancurkan Gaza, kedua pihak akhirnya menyepakati gencatan senjata sementara yang mulai berlaku awal Oktober 2025.

Kesepakatan ini, yang dimediasi oleh Amerika Serikat, Qatar, Mesir, dan Turki, menjadi langkah paling signifikan menuju penghentian kekerasan sejak serangan besar-besaran Israel pada akhir 2023. Namun, banyak pihak mempertanyakan: apakah gencatan ini akan bertahan lama, atau hanya jeda sebelum babak baru perang dimulai?

Isi Kesepakatan: Gencatan dan Pertukaran Sandera

Dalam perjanjian yang disampaikan melalui Kementerian Luar Negeri Qatar dan dikonfirmasi oleh Gedung Putih, gencatan senjata ini mencakup beberapa poin penting:

  1. Hamas akan membebaskan 50 sandera warga Israel dan asing yang ditahan sejak Oktober 2023.

  2. Israel akan membebaskan 150 tahanan Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, dalam tahap pertama.

  3. Jalur kemanusiaan Rafah dan Kerem Shalom kembali dibuka untuk bantuan pangan, medis, dan bahan bakar.

  4. Pasukan Israel menarik diri secara terbatas dari beberapa area di Gaza utara.

Presiden Amerika Serikat menyebut kesepakatan ini sebagai “momen rapuh tapi penuh harapan.” Ia menekankan pentingnya menjaga “komitmen bersama untuk melindungi warga sipil dan membuka jalan bagi solusi politik jangka panjang.”

Euforia dan Luka di Gaza

Di Gaza, ribuan warga menyambut gencatan dengan takbir dan tangis haru. Bendera Palestina berkibar di antara reruntuhan bangunan. Warga yang sebelumnya mengungsi mulai kembali ke rumah mereka — meskipun sebagian besar hanya menemukan puing dan debu.

“Ini bukan kemenangan, tapi setidaknya kami bisa bernapas,” ujar Hassan Abu Zaid, warga Gaza City, dikutip dari Al Jazeera.

“Kami tidak tahu berapa lama ini akan bertahan, tapi kami butuh jeda untuk hidup, bukan untuk mati.”

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyebut lebih dari 70 persen infrastruktur Gaza rusak atau hancur total, dan lebih dari 1,8 juta warga kehilangan tempat tinggal. Bantuan kemanusiaan kini menjadi kunci utama agar gencatan dapat terus dipertahankan.

Reaksi Dunia Internasional

Dunia internasional menyambut kesepakatan ini dengan optimisme hati-hati.

  • Sekjen PBB António Guterres menilai ini sebagai “langkah kecil yang harus dijaga dan diperluas menjadi perdamaian permanen.”

  • Uni Eropa menyerukan perlunya perundingan politik yang lebih konkret, bukan hanya kesepakatan sementara.

  • Mesir dan Qatar, dua negara mediator utama, menegaskan akan terus memantau implementasi di lapangan.

Sementara itu, Iran dan Hizbullah mengeluarkan pernyataan hati-hati, menegaskan dukungan terhadap perlawanan Palestina tetapi menolak “intervensi politik Barat yang berat sebelah.”

Tantangan: Kepercayaan yang Runtuh

Kendala terbesar dalam mempertahankan gencatan senjata ini adalah krisis kepercayaan antara kedua pihak.

Israel menuntut jaminan bahwa Hamas benar-benar menghentikan serangan roket dan tidak akan membangun kembali kekuatan militernya. Sementara Hamas menuntut penghentian total blokade dan kebebasan penuh bagi rakyat Gaza.

“Selama tuntutan dasar kedua pihak tidak diakomodasi, setiap gencatan hanyalah istirahat sementara,” ujar analis Timur Tengah Ofer Zalzberg dari International Crisis Group, dikutip dari The Guardian.

Tekanan Politik di Dalam Negeri

Baik di Israel maupun di Gaza, tekanan politik dalam negeri juga berpengaruh besar.

Di Israel, Perdana Menteri menghadapi tekanan dari oposisi dan keluarga sandera untuk menyetujui kesepakatan. Namun kelompok garis keras menolak, menganggap hal itu “memberi nafas pada Hamas.”

Di sisi lain, Hamas juga menghadapi tekanan internal untuk menunjukkan bahwa mereka tidak menyerah terhadap tuntutan Israel. Beberapa faksi bersenjata di Gaza bahkan dikabarkan menolak sepenuhnya kesepakatan ini.

Apakah Akan Bertahan Lama?

Para pakar menilai gencatan ini bisa bertahan sementara waktu jika kedua pihak memiliki kepentingan pragmatis untuk menenangkan situasi.

  1. Hamas butuh waktu untuk pemulihan infrastruktur dan konsolidasi politik.

  2. Israel ingin menenangkan tekanan publik dan memperbaiki citra internasionalnya.

  3. Negara mediator seperti Qatar dan Mesir ingin menunjukkan keberhasilan diplomasi mereka di panggung dunia.

Namun, tanpa kesepakatan politik jangka panjang, api konflik berpotensi menyala kembali kapan saja.

“Perang bisa berhenti sementara, tapi luka dan kebencian yang belum disembuhkan bisa memantik konflik baru,” kata Rami Khouri, analis politik dari American University of Beirut.

Harapan di Tengah Puing

Meski penuh ketidakpastian, banyak pihak menilai bahwa gencatan ini tetap menjadi momentum penting.

Organisasi kemanusiaan internasional berharap hal ini bisa membuka ruang dialog lebih besar — menuju perundingan damai yang melibatkan seluruh pihak, termasuk Palestina, Israel, dan negara-negara Arab.

“Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Dunia sudah terlalu lelah melihat Gaza terbakar,” kata Dr. Hanan Ashrawi, mantan pejabat Otoritas Palestina.

Editor : Ifan Jafar Siddik

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network