BOGOR, iNews.id - Ratusan warga berbondong-bondong mendatangi Kantor Desa Sukawangi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Kedatangan mereka itu menagih janji kepala desa dan pihak lainnya terkait tapal batas tanah desa dengan Perhutani.
Warga terlihat berkumpul di aula Desa Sukawangi menunggu perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Bogor, Perhutani, BPN dan lainnya untuk menjelaskan perkembangan tapal batas desa. Tetapi, warga sempat kecewa karena para perwakilan tak kunjung datang sehingga harus menununggu lama.
Anggota Kepolisian yang berada di lokasi pun berusaha menenangkan warga untuk tetap bersabar menunggu tanpa membuat gaduh. Hingga akhirnya, para perwakilan tersebut datang dan menemui warga.
"Warga di sini mengelola lahannya di Sukawangi ini ternyata masuk klemnya Perhutani itu udah berpuluh-puluh tahun tapi sekarang kita minta dibebaskan dari Perhutani. Sampai sekarang belum ada kejelasan," kata salah satu warga Bayu, Kamis (25/8/2022).
Menurutnya, tapal batas desa dengan lahan milik Perhutani penting untuk kepastian lahan warga. Sehingga, mereka meminta kejelasan dan berharap kepada Perhutani membebaskan lahan untuk warga.
"Harapan saya cuma satu tentukan pal batas antara Desa Sukawangi dengan Perhutani dan bebaskan tanah Perhutani supaya bisa jadi sertipikat lah biar kita aman anak cucu kita nanti," ungkapnya.
Sementara itu, Sekertaris Desa Sukawangi Ujang S mengatakan kedatangan warga memang bertujuan untuk meminta kejelasan proses terkait permasalahan tersebut yang juga belum mendapat kepastian atas audensi sebelumnya.
Foto : iNewsBogor.id/ist.
"Ini aksi-aksi masyarakat yang menuru saya wajar saja karena secara demokrasi itu juga hak mereka menuntut status tanah yang ditinggali di sini di atas 20 tahun bahkan 30 tahun yang lalu," ucap Ujang.
Kaitan tapal batas ini, kata Ujang, adalah melepaskan kawasan hutan karena mayoritas lahan di Desa Sukawangi adalah hutan. Sebenarnya, pihak desa dan lainnya sudah melakukan upaya tetapi kebijakan ini bukan sepenuhnya ada di pemerintahan desa.
"Karena yang berwenang mengeluarkan tapal batas atau pelepasan hutan ini terkakhirnya ada di KLHK. Jadi di UU jelas dan Permen KLHK di sana disampaikan tidak semudah membalikan tangan ada mekanisme tata cara yang dibentuk yang ditempuh dan masyarakat menanyakan itu," ungkapnya.
Dalam perjalanan pelepasan kawasan hutan ini, pihaknya juga telah melalui DPKPP dengan investasi lahan bahka samplingnya juga telah diserahkan. Di tengah perjalanan muncul program PTSL yang tidak berkaitan dengan pelepasan kawasan hutan.
"Karena PTSL ini meningkatkan status tanah jadi sertifikat ketika tanah itu clear tidak bersengketa dengan perorangan atau korporasi. Di sini masyarakat membaur antara PTSL dengan pelepasan kawasan hutan terkadang ada bahasanya menyatu dan kami akui termasuk kami dari desa ada yang menyampaika yang kurang tepat sehingga menimbulkan gejolak tapi kami mendukung apa yang dilakukan masyarakat karena kami juga menginginkan itu. Kami juga mengakui lahan itu berharap dikeluarkan dari penguasaan kehutanan," bebernya.
Dalam audensi tersebut, perwakilan dari DPKPP menjelaskan bahwa dalam waktu dekat persoalan tapal batas sudah bisa diselesaikan karena berkas-berkas sudah diurus dan mengajak warga untuk mendapingi pengurusannya ke KLHK.
Tetapi, warga merasa belum puas dan memberikan waktu 2 bulan untuk diselesaikan jika tidak akan menyampaikan aspirasi di Kantor Bupati Bogor, Setda hingga BPN.
Editor : Furqon Munawar