BOGOR, iNewsBogor.id - Wakil Direktur Utama PT Bio Farma, Soleh Ayubi menyebut terjadi penurunan pendapatan pada Holding BUMN Farmasi (Bio Farma, Kimia Farma dan Indofarma). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan holding adalah penurunan permintaan vaksin, alat tes diagnostik, serta layanan yang berkaitan dengan Covid-19 sejak pertengahan 2022.
Tiga kategori produk dan layanan tersebut berkontribusi secara signifikan terhadap penjualan selama 3 tahun terakhir.
Sejak berdiri, Holding BUMN Farmasi Bio Farma membawa misi untuk menjadi bagian penting untuk mewujudkan ketahanan kesehatan nasional di Indonesia. Sehingga, ketika Pandemi melanda negeri Bio Farma berkomitmen menjadi garda terdepan dalam memerangi Covid-19.
Salah satu upaya adalah mengadakan, memproduksi, dan memproduksi vaksin Covid-19 serta menyediakan obat-obatan Covid-19 agar terdistribusi secara luas di masyarakat dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi.
"Karena ada penurunan penjualan produk terkait Covid-19, maka mulai pertengahan tahun 2022, kami berkonsolidasi untuk kembali mendorong penjualan produk non-Covid agar maksimal. Di tahun ini upaya tersebut membuahkan hasil dengan mencetak angka penjualan non-Covid sebesar Rp 18,23 triliun," kata Soleh dalam keterangannya, Minggu (25/6/2023).
Sehingga, meskipun terdapat penurunan Kinerja di tahun 2022, namun apabila aktivitas terkait Covid dikecualikan, kinerja Bio Farma di tahun 2022 lebih baik dari 2021.
Lebih lanjut Soleh Ayubi melanjutkan bahwa selain menjadi bagian penting dari upaya ketahanan kesehatan nasional, Biofarma juga akan terus berkontribusi secara signifikan dalam inisiatif global untuk melakukan eradikasi penyakit menular berbahaya seperti Polio, Measles, dan Tuberculosis.
Kerjasama dengan partner global seperti Bill & Melinda Gates Foundation, GAVI, CEPI, Unicef, WHO, dan berbagai pihak global terus diperkuat. Dengan mengintegrasikan seluruh kompetensi dan fungsi yang dimiliki, memaksimalkan kemampuan untuk berinovasi, dan berkolaborasi dengan partner global, maka Bio Farma tetap optimistis untuk mempersiapkan program-program transformasi sebagai bagian roadmap bagi pengembangan BUMN Farmasi menjadi salah satu Leading End-to-End Healthcare Company kelas dunia.
"Transformasi tersebut sudah dimulai dari R&D, kemudian bisnis manufaktur, distribusi, sampai ke ritel dan layanan dengan didukung teknologi digital. Dengan melakukan berbagai corporate actions dan global partnership, Bio Farma akan meluncurkan setidaknya 10 produk unggulan baru dalam waktu 5 tahun ke depan dalam upaya meningkatkan market share dan ekspansi pasar global. Di saat yang sama, Biofarma juga akan melakukan transformasi layanan untuk customer experience yang ekselen, serta memperluas cakupan dari layanan tersebut agar masyarakat Indonesia mendapatkan akses layanan kesehatan terbaik, terintegrasi, dan affordable," tandasnya.
Diketahui, Holding BUMN Farmasi (Bio Farma, Kimia Farma dan Indofarma) memperoleh Tingkat Kesehatan Perusahaan dalam kategori SEHAT A dengan skor 70 pada laporan tahunan tahun 2022.
Peringkat Kesehatan keuangan ini menunjukkan komitmen Holding untuk senantiasa menjaga Pengembangan perusahaan stabil di tengah tantangan yang ada. Secara laporan pembukuan di tahun 2022, Biofarma mencetak laba bersih Rp 505,89 miliar di tahun 2022, mengalami penurunan 74% dibandingkan tahun 2021. Total EBITDA Holding mencapai Rp 1,977 triliun turun sebesar 51,6% dibandingkan tahun sebelumnya.
Pendapatan PT Bio Farma secara konsolidasi (holding) mencapai Rp21,539 triliun di tahun 2022 mengalami penurunan 50,4% dari tahun 2021. Secara detail hal ini bisa dilihat pada pendapatan Bio Farma yang mengalami penurunan 63,6% dari tahun 2021 atau mencapai Rp 11,026 triliun. Penurunan ini terjadi karena selesainya program vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan.
Kemudian pendapatan PT Kimia Farma Tbk juga mengalami penurunan 25,3% dari tahun sebelumnya menjadi sebesar Rp 9,606 triliun. Perolehan pendapatan yang belum maksimal ini disebabkan belum optimalnya pendapatan e-katalog (seperti produk ARV) serta penurunan pandemi yang berdampak pada pelonggaran syarat perjalanan, membuat pendapatan segmen jasa layanan kesehatan maupun produk yang berkaitan dengan Covid-19 mengalami penurunan.
Pada tahun 2022 pendapatan PT Kimia Farma masih didominasi oleh produk pihak ketiga sebesar Rp 8,40 triliun atau 78,7% dari total pendapatan. Sementara kontribusi pendapatan dari obat ethical mencapai 36,8% atau Rp 3,53 triliun; obat OTC 23,2% atau Rp2,22 triliun, untuk obat generik 19,1% atau Rp 1,84 triliun, alat Kesehatan (alkes) dan jasa lab klinik 19,3% atau Rp1,85 triliun.
Anak usaha yang lain dari Holding yaitu PT Indofarma Tbk (INAF) juga mengalami penurunan pendapatan 60,6% dari tahun 2021 menjadi sebesar Rp 1,144 triliun. Pada tahun 2022, kontribusi pendapatan terbesar INAF berasal dari produk Ethical 46,5%, FMCG 37,6%, Alkes, & Jasa Klinik 12,2%, OTC 2,1% dan Vaksin 1,6%. Selain itu, pendapatan PT INUKI mencapai Rp 11 miliar turun 52,2% dari tahun 2021.
Editor : Ifan Jafar Siddik