BOGOR, iNewsBogor.id - Bogor dikenal para pelancong dengan panorama alam, kesejukan serta ragam budayanya. Sebagai daerah destinasi wisata favorit, Bogor juga banyak menghadirkan sensasi bagi para wisatawan lokal maupun internasional.
Salah satu destinasi wisata budaya yang layak dikunjungi para pelancong jika berkesempatan jalan jalan ke Bogor, yaitu Kampung Budaya Sindang Barang, berlokasi di Desa Pasir Eurih, di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
Memasuki kawasan wisata ini sejauh mata memandang serasa berada di lorong waktu, dimana nampak bangunan rumah bermotif tradisional berjajar. yakni bangunan bangunan rumah adat Sunda. Konon seperti itulah bentuk rumah adat Sunda yang pernah dihuni oleh masyarakat Bogor masa lalu.
'Alu' atau alat penumbuk padi tradisional di Kampung Wisata Budaya Sindang Barang. (Foto : iNewsBogor.id/Jefs)
Berada diatas lahan seluas 8.600 meter, Kampung Budaya Sindang Barang, yang arsitektur bangunan berdiri diatasnya sengaja dibuat serupa dengan rumah rumah adat Sunda yang beberapa masih bisa ditemukan di Kampung Kasepuhan Cipta Gelar, maupun di kampung Kasepuhan Sirnarasa Sukabumi, Banten Kidul.
Sosok Abah Maki, Pendiri Kampung Budaya Sindang Barang
Adalah Ahmad Mikami SumaWijaya yang dikenal dengan panggilan Abah Maki, sosok pendiri Kampung Budaya Sindang Barang. Ia dikenal seorang budayawan, pengusaha, juga fotografer.
20 tahun lebih ia berjibaku membangun Kampung Budaya Sindang Barang Bogor. Tujuannya, agar masyarakat Bogor di era moderen ini, luput dan lupa akar sejarah budaya serta adat istiadat warisan para leluhur terdahulu, termasuk salah satunya rumah milik nenek moyang orang Bogor yang kini sudah punah.
"Benar, berdirinya kampung Budaya Sindang Barang ini merupakan gagasan saya. Dimana kampung ini saya wujudkan, tak lain untuk mengingat, jika kampung Sindang Barang dulunya pernah punya sejarah yang sangat besar,” kata Mikami Suma Wijaya, kepada iNewsBogor.id, Selasa (31/12/2024).
Ahmad Mikami SumaWijaya alias Abah Maki, berjibaku selama 20 tahun demi melestarikan budaya asli leluhur Bogor dengan mendirikan Kampung Budaya Sindang Barang. (Foto : iNewsBogor.id/Jefs)
Penting untuk diketahui , terang Abah Maki, bentuk bangunan rumah di Kampung Budaya Sindang Barang, sengaja dibuat sama dengan bangunan rumah milik masyarakat adat Sunda Jawa Barat. "Akan tetapi, bangunan rumah adat di Kampung Budaya Sindang Barang ini, adalah bentuk bangunan asli rumah milik masyarakat Bogor era Pakuan dahulu", ungkapnya.
Abah Maki menambahkan, selain rumah adat Sunda yang menjadi daya tarik wisatawan, juga ada suguhan menarik lainnya, yaitu pertunjukan kesenian Angklung Gubrag, kesenian Parebut Seeng, serta seni tari tarian Bogor yang sudah punah.
"Selain itu, Di Kampung Budaya Sindang Barang juga rutin digelar upacara Seren Taun dengan iring iringan panen raya pertanian seperti Pare (Padi) yang dibawa dengan bambu rengkong (bambu yang mengeluarkan bunyi suara khas), serta panen buah buahan, termasuk sayur mayur palawija yang dibawa menggunakan alat pikul bernama dondang. Dan biasanya acara ini digelar tanggal 26 sampai tanggal 30 Oktober setiap tahun",ungkapnya.
Abah Maki menambahkan, dilokasi Kampung Budaya Sindang Barang, juga bisa ditemukan Bangunan Leuit atau Lumbung Padi dengan beragam ukuran, mulai dari yang berukuran besar maupun sedang. "Bahkan ada Rumah Ageung sebagai balai pertemuan, Serta Lisung sebagai wadah menumbuk padi, berikut bangunan adat Sunda lainnya. Nah...bagi pengunjung yang datang ke Kampung Budaya yang hanya sekedar ingin melihat lihat, mereka tidak akan kita dikenakan tarif, silahkan datang saja dan gratis," pungkasnya.
Selayang Pandang
Berwisata ke Kampung Budaya Sindang Barang ini, serasa kurang sempurna jika pelancong tidak menyempatkan diri menyambangi beberapa lokasi bersejarah seperti Tempat Kramat bernama Sumur Jala Tunda, Taman Sribaginda, dan beberapa tempat lainnya. Nuansa yang disuguhkan oleh Kampung Budaya Sindang Barang, akan membawa para pengunjung merasakan sensasi magis kembali ke suasana masa lalu, suasana masa dimana kehidupan masyarakat Bogor asli yang belum tersentuh modernisasi.
Editor : Furqon Munawar