Aksi Kamisan di Tugu Kujang Bogor, Suarakan Keprihatinan Atas Brutalitas Aparat
BOGOR, iNewsBogor.id - Puluhan aktivis berbusana serba hitam berdiri membentuk barisan rapi menggelar Aksi kamisan di pelataran Tugu Kujang, Jalan Pajajaran Kota Bogor, Kamis (4/9/2025) sore. Aksi Kamisan kali ini menjadi simbol duka dan perlawanan senyap terhadap brutalitas aparat dan menyempitnya ruang sipil di Indonesia.
Peserta aksi membawa poster wajah para korban kekerasan negara, bunga, serta payung hitam bukan sebagai pelindung dari hujan, melainkan sebagai lambang berkabung dan penolakan terhadap impunitas. Sebagian lainnya berdiri membisu, menyimak orasi dan pembacaan pernyataan sikap oleh seorang peserta di garis depan.
Aksi ini digelar sebagai respons atas tragedi kemanusiaan dalam aksi demonstrasi 28 Agustus 2025 lalu, di mana seorang pengemudi ojek online (ojol) tewas setelah dilindas kendaraan taktis milik aparat. Tindakan represif ini kembali mengungkap wajah kekuasaan yang abai terhadap prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
“Kami berdiri di sini dalam diam, tapi suara kami jelas, kami menuntut pertanggungjawaban negara atas kekerasan yang terus berulang,” ujar salah satu peserta.
Aksi Kamisan ini juga menarik perhatian warga sekitar yang melintas. Tanpa keramaian dan tanpa suara nyaring, aksi ini menyampaikan pesan dengan kuat jika rakyat tidak lupa, dan rakyat tidak akan diam.
Aksi pun diwarnai pernyataan sikap dan pembacaan sepuluh tuntutan rakyat (sepultura), yaitu :
Aksi Kamisan merilis, sepanjang satu tahun terakhir (Juli 2024–Juni 2025), tercatat 55 warga tewas akibat kekerasan aparat. 10 karena penyiksaan, 37 akibat pembunuhan di luar hukum, dan 8 karena salah tangkap. Nama-nama korban seperti Gamma di Semarang dan Afif Maulana di Padang menjadi pengingat bahwa kekerasan oleh negara bukanlah masa lalu, tapi masih berlangsung hari ini.
“Negara tak boleh terus bersembunyi di balik seragam dan senjata. Ini bukan lagi insiden ini kejahatan negara,” ujar peserta lainnya yang ikut membacakan nama-nama korban.
Aksi ini ditutup dengan mengheningkan cipta dan pembacaan kutipan perjuangan. Pesan yang tersisa jelas: rakyat akan terus berdiri, bahkan dalam diam.
Editor : Furqon Munawar