IPB Dorong Tata Kelola Puncak yang Seimbangkan Ekologi dan Ekonomi
BOGOR iNewsBogor.id– Masa depan Kawasan Puncak di Kabupaten Bogor, yang dikenal strategis sebagai wilayah konservasi sekaligus destinasi wisata nasional, menjadi topik utama dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh IPB University.
Bersama para pakar lintas disiplin dan pelaku usaha, forum ini membahas tantangan dan arah pengelolaan kawasan Puncak agar mampu menciptakan keseimbangan harmonis antara fungsi ekologi, kepentingan ekonomi, dan aspek sosial secara berkelanjutan.
Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB University, Prof. Dr. Sofyan Sjaf, menegaskan bahwa pembangunan di Puncak bukan sekadar soal investasi, melainkan tentang melindungi ekosistem kritis, menjaga identitas budaya, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Kawasan ini harus menjadi contoh sinergi nyata antara ekologi dan ekonomi. Kita perlu membuktikan bahwa pembangunan bisa berjalan tanpa merusak alam," tegasnya.
Puncak, yang berstatus Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), secara hukum membolehkan pengembangan wisata berbasis ekologi asalkan tetap mengedepankan fungsi konservasi.
Namun, tumpang tindih kewenangan dan ketidakselarasan regulasi antara pusat dan daerah selama ini telah menciptakan ketidakpastian hukum bagi investor dan pelaku usaha, sehingga diperlukan penyelarasan yang terintegrasi.
Salah satu pembahasan sentral dalam FGD adalah proyek EIGER Adventure Land di Megamendung, sebuah kemitraan antara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan sektor swasta.
Proyek ini dinilai sebagai contoh nyata penerapan ekowisata berkelanjutan yang mengusung prinsip 5P (People, Planet, Prosperity, Peace, Partnership) dan 7E (Ekologi, Etnologi, Ekonomi, Edukasi, Estetika, Etika, Entertainment).
Dari aspek lingkungan, EIGER Adventure Land menunjukkan komitmen konservasi melalui program "One Ticket One Tree" yang menargetkan penanaman satu juta pohon. Sejak 2021, PTPN dan mitra telah menanam lebih dari 96.000 pohon di hulu DAS Ciliwung, serta membangun sumur resapan dan kolam retensi untuk menjaga daya serap air dan mencegah banjir.
Upaya kolaboratif ini juga berhasil memulihkan aset negara milik PTPN yang sempat dikuasai masyarakat secara ilegal sejak 1998, sekaligus mengembalikan fungsi ekologis lahan kritis.
Di sisi sosial-ekonomi, destinasi ini berkontribusi signifikan dengan menciptakan lebih dari 400 lapangan kerja pada fase pembangunan dan diproyeksikan mencapai sekitar 1.200 pada fase operasional penuh.
Selain itu, terdapat kemitraan aktif dengan UMKM lokal dan upaya pelestarian budaya Sunda melalui pusat kebudayaan dan jalur wisata edukatif.
Dengan visi ini, EIGER Adventure Land dipandang sebagai model nasional ekowisata berkelanjutan, membuktikan bahwa investasi swasta dapat berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam sesi hukum dan tata kelola lingkungan, para ahli menyoroti perlunya peninjauan ulang terhadap keputusan pencabutan izin bagi sejumlah pelaku usaha di Puncak, termasuk EIGER Adventure Land.
Indikasi ketidaksesuaian prosedur dengan regulasi, seperti diatur dalam Pasal 48 Permen LHK 14/2024 dan UU 30/2014, menjadi dasar argumen. Para pakar sepakat bahwa langkah yang lebih konstruktif adalah melalui Rencana Aksi Perbaikan (Corrective Action Plan), bukan pencabutan izin, selama tidak ditemukan pelanggaran berat terhadap lingkungan.
Sebagai penutup, FGD ini merumuskan sejumlah rekomendasi utama untuk mewujudkan tata kelola Kawasan Puncak yang berkelanjutan.
Pertama, perlunya Harmonisasi Kebijakan dan Kepastian Izin melalui sinkronisasi mandat KSPN dengan perizinan lingkungan dan tata ruang.
Kedua, penerapan Perizinan Berbasis Kinerja Lingkungan yang memberi ruang bagi pelaku usaha yang terbukti menjaga keseimbangan ekologi, sosial, dan ekonomi.
Ketiga, penetapan Kewajiban Sosial-Ekonomi yang Terukur bagi setiap investasi melalui kemitraan UMKM, penyerapan tenaga kerja daerah, dan kontribusi bagi pemberdayaan komunitas.
Forum ini menyampaikan pesan kuat bahwa merawat Kawasan Puncak merupakan kebutuhan dan panggilan bersama. Melalui kemitraan dan kolaborasi tulus antara semua pihak—pemerintah, swasta, masyarakat, akademisi, dan media—Puncak diharapkan dapat terus lestari dan tumbuh sebagai ruang hidup yang bermakna, di mana aspek ekologi, sosial, budaya, dan ekonomi berjalan beriringan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta