BOGOR, Inews.id - Margonda menjadi sosok pahlawan berasal dari Bogor yang bertempur melawan Belanda terutama di wilayah Depok. Namanya diabadikan menjadi nama jalan utama di Kota Depok yakni Jalan Margonda. Namun siapa sebenarnya Margonda dan bagaimana sosoknya?
Sosok Margonda mungkin kurang begitu dikenal banyak orang, padahal beliau ini menjadi pimpinan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI).
Saat itu AMRI pimpinan Margonda ini sudah lebih dahulu berdiri daripada BKR (Badan Keamanan Rakjat). AMRI bermarkas di Jalan Merdeka, umur kelompok ini relatif singkat lantaran sebagian anggotanya banyak yang bergabung dengan BKR, Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi) dan sebagainya.
Dalam buku Sejarah Perjuangan Bogor terbitan tahun 1986, diterangkan pada 11 Oktober 1945, Margonda bersama pasukannya dari AMRI dan para pejuang dari berbagai laskar di Bogor dan sekitarnya menyerbu Depok, oleh karena kota tersebut tidak mau bergabung dengan Republik Indonesia. Dengan dilepas sang istri tercinta, Maemunah, Margonda dan kawan-kawan berangkat dengan menggunakan kereta api dari Stasiun Bogor.
Saat itu situasi di Depok sudah tidak terkendali, ribuan pemuda yang mengepung sudah berhasil menguasi Kota Depok. Namun tidak berapa lama, datang pasukan Sekutu untuk merebut Depok kembali. Pertempuran yang tidak seimbang itu pun membuat para pejuang mundur untuk menyusun kekuatan.
Puncaknya, serangan balik dilangsungkan pada 16 November 1945, dengan sandi "Serangan Kilat'. Pertempuran antara Sekutu dengan para pejuang semakin sengit, sampai-sampai perang tersebut berlangsung hingga sehari-semalam. Dalam peristiwa tersebut, banyak pejuang Republik yang gugur, termasuk Margonda yang tertembak di daerah Kalibata, Depok.
Melansir laman sejarahbogor.com, Margonda lahir di Baros Cimahi, Bandung, pada tahun 1918 ini akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 27 tahun. Namanya tertulis bersama nama para pejuang lain yang gugur dalam berbagai pertempuran di dinding Museum Perjoangan Bogor. Baca: Si Gantang dan Entong Tolo, Dua Bandit Pondok Gede Bikin Pusing Polisi Batavia dan Tuan Tanah
Gugurnya Margonda ternyata tidak diketahui oleh sang istri tercinta, Maemunah. Dia sangat merindukan suaminya, dan kerap datang ke Stasiun Bogor bersama anak perempuannya yang baru bisa berjalan, Jopiatini untuk mencari kabar sekaligus menyambut kedatangan suami tercinta. Namun penantiannya tidak terbalas, sang suami tidak kunjung datang menemuinya walaupun perang telah berakhir pada tahun 1949.
Pada satu waktu, para sekondan Markonda mengunjungi rumah Maemunah, mereka bercerita bahwa suaminya itu bertempur dengan gagah berani dan gugur setelah tertembak peluru Sekutu. Akan tetapi Maemunah tidak percaya begitu saja cerita tersebut, dia tetap sabar menantikan kedatangan sang suami.
Sementara itu, di kalangan para pejuang di Bogor, beredar rumor kalau Margonda telah dikuburkan dalam satu liang lahat bersama para pejuang lainnya di suatu tempat di Depok. Mereka pun kemudian mendatangi makam tersebut, lalu membongkar makam dan membawa jasad Margonda untuk dikuburkan kembali di samping Stasiun Bogor.
Oleh rekan-rekannya, jasad Margonda kemudian dimakamkan kembali di sebuah lahan pekuburan yang dulu berada di dekat Stasiun Bogor. Kelak area ini menjadi Taman Ria Ade Suryani, sedangkan makam-makam yang ada di sana dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Dreded.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta