RUMAH tangga sakinah adalah rumah tangga Islami yang menjadi dambaan setiap keluarga Muslim sebagaimana diajarkan Rasulullah Muhammad SAW.
Firman Allah Ta'ala dalam surat Ar Rum (30):21
ومن اياته ان خلق لكم من انفسكم ازواجا لتسكنوا اليها وجعل بينكم مودة ورحمة ان في ذالك لايات لقوم بتفكرون
“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Secara etimologis sakinah berasal dari kata sakana yang artinya diam dan tenang. Seseorang yang menikah dan mempunyai pasangan hidup dia akan merasakan ketenangan, karena dia mempunyai pendamping tempat berbagi suka dan duka, tempat berdiskusi dan bertukar fikiran dalam suasana yang damai dan harmonis.
Agar sakinah itu terwujud, maka Allah SWT telah menganugrahkan mawaddah (rasa kasih) dan rohmah (rasa sayang), di samping mahabbah (rasa cinta).
Ulama dan Mantan Anggota Komisi Ukhuwah MUI DKI Jakarta, KH Drs Syarifuddin Mahfudz MSi menyebutkan, dari sekian banyak kiat-kiat untuk mewujudkan keluarga sakinah, paling tidak ada tiga faktor kunci yang sangat penting untuk senantiasa dirawat dengan baik, yakni:
1. Nawaitu ibadah.
Langkah paling awal yang harus dilakukan calon pasangan Muslim adalah memantapkan niat ikhlas karena Allah, bahwa pernikahan yang dilakukannya adalah dalam rangka ibadah kepada Allah SWT.
Rasulullah saw bersabda:
النِّكَاحُ سُنَّتيْ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ.
“ Nikah adalah sunnahku, maka siapa yang tidak menyukai sunnahku bukan umatku”.
(HR Muslim)
Karena nikah adalah Sunnah Rasulullah SAW, maka melaksanakannya adalah ibadah kepada Allah swt. Begitu pula menjalani, memelihara serta merawatnya, sarat dengan nilai-nilai ibadah.
Ketika seorang suami mencari nafkah untuk membiayai rumah tangga, ketika seorang isteri mengurus rumah tangga, ketika seorang suami atau isteri berbakti kepada mertua sebagaimana dia berbakti kepada orang tua kandungnya, semuanya adalah ibadah.
Ketika suami isteri memadu kasih, melakukan hubungan khas di antara mereka berdua, itu adalah perbuatan ibadah yang akan mendapat pahala dari Allah SWT, sebagaimana disabdakan oleh Nabi SAW :
وَفِيْ بُضْعِ اَحَدِكُمْ صَدَقَة,و قَالُوْا: يَارَسُوْل الله اَيَأتِيْ اَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَااَجْرٌ؟ قَالَ: اَرَأيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِيْ حَرَامٍ اَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ؟ فَكَذَالِكَ اِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ اَجْرًا.
“ Dan mendatangi isteri adalah sedekah, para sahabat bertanya: Apakah bila salah seorang kami melepaskan syahwat, kami mendapat pahala? Beliau menjawab: Ya, bukankah jika seseorang meletakkannya pada yang haram, ia akan mendapatkan dosa? Maka demikian juga jika ia meletakkannya pada yang halal, ia akan mendapatkan pahala”.
(HR Muslim).
Demikian pula pahala ibadah itu akan didapat ketika isteri mengandung, melahirkan, menyusui bayinya. Ketika suami isteri merawat membesarkan dan membiayai serta mendidik anak-anaknya. Atau ketika mereka berdua tampil dalam kontak sosial dengan masyarakat lingkungannya.
Pendek kata dalam setiap gerak dan langkah mereka sebagai keluarga Islami.
Maka motivasi suci, nawaitu ibadah inilah yang harus dipelihara setiap keluarga Muslim. Jangan biarkan dia terlepas dari kita. Sebab nawaitu inilah yang akan mampu menjaga keutuhan dan kelanggengan rumah tangga, bahkan ketika menghadapi krisis.
2. Menghadirkan Allah dalam rumah tangga.
Senantiasa menghadirkan Allah dalam rumah tangga adalah faktor kunci berikutnya yang wajib dilakukan apabila pasangan Muslim ingin mewujudkan rumah tangga SAMAWA. Dari waktu ke waktu, setiap saat, sejak dari bangun tidur hingga bangun tidur lagi pada hari berikutnya. Setiap anggota keluarga, harus selalu berusaha dekat dengan Allah swt.
Apabila kita dekat dengan Allah, maka Allah pun akan dekat dengan kita. Dan bila Allah dekat dengan kita, maka Dia akan mengabulkan do’a kita.
FirmanNya dalam surat Al Baqarah:186
واذا سالك عبادي عني فاني قريب اجيب دعوة الداع اذا دعان فليستجيبوا لي وليءمنوابي لعلهم يرشدونن
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.
Selain dengan berdo’a, dengan banyak berdzikir, mengingat dan menyebut nama Allah, maka Allah akan selalu hadir dalam keluarga, yang pada gilirannya ketentraman dalam keluarga akan dapat dirasakan.
Dalam Surat Ar Ra’d:28 Allah SWT berfirman :
الذين امنوا وتطمءن قلوبهم بذكر الله الا بذكر الله تطمءن القلوب
"Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”.
Tentu saja tidak hanya sekedar sering berdoa dan berdzikir. Rumah tangga Islami, seyogyanya senantiasa menegakkan shalat pada waktunya, serta menghiasinya dengan bacaan Al Qur’an.
Sudah menjadi kelaziman bahwa dewasa ini Al Qur’an dan seperangkat alat shalat, dijadikan mahar dalam akad nikah. Tentu amatlah ironis apabila keduanya hanya dijadikan mahar semata, sementara rumah mereka gersang dari nuansa shalat dan bacaan Al Qur’an.
Dengan menghadirkan Allah dalam rumah tangga, syetan sebagai musuh manusia yang setiap saat ingin menjerumuskan, tentu akan gigit jari, karena usahanya tidak akan berhasil.
Sebaliknya rumah tangga yang jauh dari Allah, akan dengan mudah diintervensi oleh syetan.
Perhatikanlah sabda Nabi Muhammad saw berikut:
اِنَّ اِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ, ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَيَاهُ, فَأدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً اَعْظَمَهُمْ فِتْنَةً, يَجِيْءُ اَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ: فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا, فَيَقًوْلُ: مَاصَنَعْتَ شَيْءً: قَالَ: ثُمَّ يَحِيْءُ اَحَدُهُمْ فَيَقوُلُ: مَاتَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اِمْرَأتِهِ, قَالَ: فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ, فَيَقُوْلُ: نَعَمْ اَنْتَ.
“ Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian mengirim anak buahnya, mereka yang punya kedudukan yang paling dekat dengannya, mendapat ujian yang paling besar. Datanglah salah seorang dari mereka dan berkata: Saya telah melakukan begini dan begini. Iblis berkata: Kamu belum melakukan apapun. Rasulullah saw bersabda : Kemudian datanglah salah seorang dari mereka dan berkata:”Aku tidak meninggalkannya sampai aku memisahkan antara dia dengan isterinya”. Rasulullah saw bersabda: “Maka Iblis mendekatinya dan berkata; “bagus kamu”. (Riwayat Muslim)
3. Mu’asyaroh bil ma’ruf.
Mu’asyaroh bil ma’ruf atau pergaulan yang baik antara suami isteri adalah faktor kunci berikutnya, guna terwujudnya rumah tangga sakinah. Hal ini harus dicamkan sungguh-sungguh oleh pasangan suami isteri setiap saat. Masing-masing harus punya komitmen yang tinggi untuk selalu menjaga dan mengamalkannya.
Dan segera sadar apabila ada tanda-tanda atau bibit-bibit yang akan merusaknya. Mu’asyaroh bil ma’ruf antara suami isteri harus selalu diwarnai oleh:
1. Tahabbuh, saling mencintai, saling mengasihi dan saling menghargai satu sama lain. Maka rasa cinta yang tumbuh sejak masa perkenalan, harus selalu dipupuk dengan sebaik-baiknya. Alangkah memprihatinkan bila ada pasangan yang menggebu-gebu dengan gejolak cinta di kala pacaran, namun ketika perkawinan baru seumur jagung, rasa cinta buyar entah ke mana.
2. Ta’awwun, saling tolong menolong, saling isi mengisi, saling melengkapi satu sama lain. Harus disadari bahwa tidak ada manusia sempurna. Begitu pula isteri atau suami, masing-masing pasti punya kelebihan dan kekurangan. Oleh karenanya keduanya harus bahu membahu bersinergi, sehingga akan melahirkan energi positif yang dahsyat guna mewujudkan keluarga sakinah.
3. Tasyawur, bermusyawarah untuk mencari mufakat dalam mengatasi berbagai macam problema rumah tangga, untuk kemudian mengambil solusi yang paling baik. Tidak memaksakan kehendak sendiri, sehingga masing-masing merasa dihargai. Sebagai contoh lihatlah betapa indahnya musyawarah dan dialog antara Nabi Ibrahim as dengan Siti Hajar ketika akan mengorbankan Ismail as.
4. Ta’affuf, saling memaafkan. Bahwa kadang terjadi salah faham, konslet atau salah pengertian di antara suami isteri, itu adalah hal yang wajar. Karena masing-masing datang dari keluarga yang berbeda, dengan latar belakang yang berbeda, serta “segudang” perbedaan lainnya. Oleh karenanya suami isteri jangan sibuk memelihara atau mengoleksi perbedaan, tetapi koleksilah persamaan .In syaa Allah keluarga sakinah akan terbina dengan baik.
Dengan senantiasa mengamalkan mu’asyaroh bil ma’ruf, suami isteri tentu akan saling menjaga dan memelihara kehormatan keluarganya dengan sebaik-baiknya. Akan selalu waspada untuk memproteksi keluarganya dari berbagai macam tantangan serta godaan yang membahayakan keutuhan rumah tangga. Juga akan selalu menampilkan citra positif sebagai keluarga Islami.
Oleh karena itu amatlah terlarang suami atau isteri membuka-buka aib pasangannya ke hadapan publik, sebagaimana sering kita saksikan selama ini di layar kaca.
Dengan Rasulullah saw bersabda dalam hadits riwayat Muslim dari Abu Sa’id Al Khudry:
اِنَّ مِنْ اَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ الله مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ, الرَّجُلُ يُفْضِيْ اِلَى الْمَرْأةِ وَتُفْضِيْ اِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا.
“ Sesungguhnya seburuk-buruk kedudukan manusia di sisi Allah adalah orang laki-laki yang menyebarkan aib isterinya, dan isterinya pun menyebarkan aibnya, kemudian ia menyebarkan rahasia isterinya”.
Wallohu ‘alam bish showab.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait