JAKARTA, iNewsBogor.id - Perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura serentak berlaku mulai 21 Maret 2024. Perjanjian yang akan berlaku surut 18 tahun ini akan menjerat 31 jenis tindak pidana korupsi, narkotika, hingga terorisme.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura merupakan kerangka kerjasama hukum untuk melakukan penyerahan pelaku tindak pidana antar kedua negara.
“Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura merupakan kerangka kerja sama hukum untuk melakukan penyerahan pelaku tindak pidana (ekstradisi) antar kedua negara, yang sudah disahkan menjadi UU No.5/2023,” ungkap Ari dalam keterangan yang diterima, Sabtu (23/3/2024).
Ari mengungkapkan melalui perjanjian tersebut, Indonesia dapat memperkuat jangkauan upaya penegakan hukum nasional dan pemberantasan tindak pidana. Dia pun mengatakan bahwa perjanjian tersebut untuk mengekstradisi pelaku 31 jenis tindak pidana.
“Pada dasarnya, Perjanjian tersebut berlaku untuk mengekstradisi para pelaku 31 jenis tindak pidana, diantaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, narkotika, terorisme, dan pendanaan terorisme,” ujar Ari.
Lebih lanjut, Ari mengatakan perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura tersebut akan berlaku surut 18 tahun kebelakang. “Perjanjian tersebut dapat berlaku surut (retroaktif) selama 18 tahun ke belakang, sesuai dengan ketentuan maksimal daluwarsa dalam Pasal 78 KUHP.”
Sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong akun media sosialnya mengatakan telah menghubungi Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat sambungan telepon dalam rangka menyambut mulainya pemberlakuan tiga perjanjian antara Indonesia dan Singapura. Tiga perjanjian itu terkait wilayah udara, ekstradisi dan pelatihan militer.
Sementara itu, dari informasi yang diunggah dalam situs resmi Kementerian Luar Negeri (Kemlu), pada tanggal 21 Maret 2024 secara serentak Indonesia dan Singapura telah memberlakukan tiga perjanjian yaitu Perjanjian Penyesuaian Layanan Ruang Udara (Re-Allignment Flight Information Region/FIR), Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) dan Perjanjian Ekstradisi (Extradition Treaty).
Diketahui, DCA lebih dahulu ditandatangani pada 27 April 2007 di Tampak Siring, Bali oleh Menteri Pertahanan kedua negara. Sementara, perjanjian FIR dan Ekstradisi ditandatangani saat Leaders’ Retreat di Bintan pada, 25 Januari 2022.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait