MaWaRa: Konsep-Konsep Mendasar Al-Millah Karya Farabi Bisa Robohkan Tatanan Politik Hari Ini

Alpin Pulungan
Direktur Eksekutif MaWaRa, Muhammad Hazir Rahim, saat menerangkan konsep Al-Millah dalam diskusi mengenai karya Al-Farabi berjudul Al-Millah di Digra Coffee, Jakarta Selatan, Ahad (24/3/2024). Foto: Alpin/iNews.

JAKARTA, iNewsBogor.id - Founder Iklim Manusia, Welas Asih, Rasional (Iklim MaWaRa), Muhammad Hazir Rahim, mengungkapkan kitab Al-Millah karya Al-Farabi memiliki potensi untuk menciptakan tatanan baru dalam sistem politik yang mendasar.

Hazir menyatakan, proposisi dan konsep-konsep politik yang digunakan Al-Farabi dalam Al-Millah begitu fundamental. Menurutnya, hal ini dapat mengubah keseluruhan struktur kehidupan politik sekarang.

"Farabi ini menulis buku Millah untuk memasukkan sebuah konsep-konsep dan bahasa-bahasa baru ke dalam alam pikiran kita. Dan saya yakin ketika konsep-konsep baru itu muncul apalagi konsepnya itu mendasar, itu akan memberikan perubahan yang serius buat kehidupan kita, buat paradigma kita.," kata Hazir dałam diskusi publik bertema “Identitas Politik dalam Pandangan Farabi: Reinterpretasi Kitab Al-Millah” di Digra Coffee, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Minggu, (17-24/3/2024).


Peserta Iklim MaWaRa sedang menyimak diskusi mengenai Al-Millah, Ahad (24/4/2024). Foto: Alpin/iNews

Hazir menjelaskan, sesuatu yang mendasar dapat merobohkan dan membuat suatu tatanan yang sudah mapan berserak-serak.

Ia menganalogikan, jika dalam sebuah majelis yang padat tiba-tiba kedatangan orang penting, seluruh jemaah pasti akan berdesak-desakan memberi ruang dan penghormatan kepada orang tersebut. Seperti itu pula jika sesuatu yang mendasar hadir di kehidupan manusia saat ini. Ia membuat sebuah perubahan yang besar. 

“Perubahan. Ini paling nyata. Ini kalau misalkan saya masuknya sebagai (contoh) realitas yang sederhana. Tapi Anda bayangkan ketika sesuatu itu sangat fundamental, dia masuk dalam satu circle yang itu sebetulnya rapat. Nah ketika dia itu adalah entitas yang sangat fundamental, maka circle itu pasti bukan cuma berubah, (tapi) berantakan,” jelas Hazir.

“Bahasa itu kayak gitu, konsep itu kayak gitu. Jadi ketika dia masuk dalam kehidupan kita, apalagi ketika dia mendasar, itu semua tatanan bakal berantakan semuanya,” imbuhnya.

Salah satu aspek mendasar yang disoroti Hazir dalam Al-Millah adalah bahasa. Al-Farabi mengandaikan bahasa sebagai ‘kendaraan’ yang mewakili konsep untuk menciptakan perubahan dan tatanan baru.

Dengan menggunakan bahasa yang tepat dan efektif, seseorang dapat mempengaruhi pandangan dan emosi orang lain, serta memainkan peran dalam membentuk berbagai hal yang menyangkut sosial masyarakat, seperti mitos, tradisi, dan budaya.

Uniknya, kata Hazir, pengandaian bahasa sebagai ‘kendaraan’ ini telah banyak digunakan oleh berbagai kalangan, termasuk filsuf hari ini. 

“Saya tidak mengerti filsafat lain yang ada di seberang sana baca buku Farabi atau tidak. Tapi itu kata-katanya Farabi. Ketika bahasa adalah kendaraan buat mitos, kendaraan buat budaya, kendaraan buat pikiran, kendaraan buat sentimen-sentimen, kendaraan buat emosi-emosi. Kata kendaraannya dari mana munculnya? Mungkin bisa saja, kadang-kadang kita punya pikiran sama dengan orang lain dan kita tidak pernah berdiskusi. Tapi itu menunjukkan bahwa Farabi itu seribu tahun yang lalu itu betul-betul menembus batas-batas pengetahuan yang ada di zamannya,” jelas Hazir.

Mengenai aspek bahasa, Hazir menyoroti keunikan Al-Farabi dalam menciptakan mazhab Filsafat Bahasa yang baru. Ia berpendapat bahwa karya-karya Al-Farabi memiliki relevansi yang tinggi bahkan di era modern.

"Andaikan Farabi dibaca dengan serius, ada kalimat-kalimat dia yang ketika saya baca Filsafat Bahasa itu persis dipakai di hari ini," kata Hazir.

Meski Al-Farabi punya pemikiran yang brilian, Hazir menyayangkan minimnya kajian terhadap sosok filsuf yang dijuluki Guru Kedua setelah Aristoteles ini.

Tanpa mengesampingkan ajaran metafisika dari para filsuf kondang seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd, Hazir mempertanyakan mengapa pemikiran Al-Farabi justru jarang diperhatikan.

"Potensi yang begitu besar, kenapa tidak ada satupun yang melirik pemikirannya Al-Farabi?" tanya Hazir.

Hazir berharap melalui diskusi mengenai Al-Millah, masyarakat dapat menyaksikan bagaimana Al-Farabi tidak hanya memulai, tetapi juga mengakhiri kajian hikmah amali dalam tradisi Islam.

"Saya yakin di Al-Millah ini kita bakal menyaksikan betapa Farabi betul-betul memang bukan cuma memulai tapi mengakhiri kajian hikmah amali di dalam tradisi Islam," katanya.

Sebagai informasi, kegiatan Iklim MaWaRa kali ini melibatkan angkatan pertama untuk serial pemikiran filsuf muslim Al-Farabi. Peserta yang hadir datang dari berbagai latar belakang, mulai mahasiswa, guru, jurnalis, karyawan swasta, aktivis, dll.

Adapun topik yang dibahas mencakup Konsep Millah dan Konsep Bangsa; irisan Filsafat, Agama, dan Budaya; Tipologi Pemerintahan; Model-Model Leadership; dan Budaya Politik. 

Editor : Furqon Munawar

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network