Kedua, kaderisasi. Ia merasa sudah belasan tahun mengamati, format organisasi tidak berubah. Sudah saatnya mengkaji terkait kualitas dan integritas kader.
"Saya kira ini PR HMI sebagai upaya untuk mencetak kader. Ini era start up, komunitas, endorser. Kita bisa gunakan cara low cost, high impact," tuturnya.
Ketiga, metode gerakan. Antara oposisi atau kolaborasi, antara gerakan moral, intelektual atau politik. Ini perlu orkestrasi yang pas. Tidak mungkin berhenti menjadi gerakan penjaga moral, tidak kritis. Tapi tidak mungkin selamanya jadi oposisi di jalanan.
"Nah, racikan itu saya kira yang harus pas. Ini adalah era kolaborasi," katanya.
Pada kesempatan itu ia menyampaikan apresiasi kepada HMI yang telah mengambil visi Republik Indonesia menjadi tema organisasi Menuju Indonesia Emas 2045.
"Tidak ada yang tidak mungkin kalau kita berkolaborasi, berbagi peran. HMI harus mengikuti perkembangan zaman yang terus berubah. Ideologi Keislaman dan Kebangsaan, ini yang tidak dimiliki organisasi lain. Ini modal yang dahsyat menuju HMI Emas dan Indonesia Emas," sebutnya.
Menurut dia, di depan Indonesia membutuhkan pemimpin hebat. Indonesia membutuhkan stok pemimpin dari berbagai tingkatan dan bidang.
"500 lebih kota perlu pemimpin-pemimpin handal. Ratusan BUMN dan ribuan BUMD, organisasi pemerintah butuh pemimpin yang handal untuk membawa Indonesia menuju Indonesia Emas 2045," ujarnya.
"HMI dalam catatan sejarah jadi kawah candradimuka pemimpin-pemimpin di Indonesia, jangan sia-siakan itu. Siapkan itu, masa depan itu dijemput bukan dinantikan," kata Bima Arya
Bima Arya yang juga Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), menegaskan siap berkolaborasi dengan Ketum Badko HMI di daerah untuk membangun bersama-sama Rumah Kebangsaan.
"Ada 98 kota di APEKSI yang siap berkolaborasi dengan HMI," tegasnya.
Editor : Hilman Hilmansyah
Artikel Terkait