BOGOR, iNews.id - Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan umum masih kerap terjadi dibeberapa wilayah di Indonesia. Beruntun kecelakaan lalu lintas terjadi satu pekan terakhir. Terbaru, peristiwa kecelakaan tunggal angkutan umun menewaskan 22 orang terjadi di Ciamis Jawa Barat, Sabtu (21/5).
Sebelumnyai, tepatnya Senin, (16/5) kejadian nahas menimpa bus pariwisata Ardiansyah bernomor polisi S 7322 UW. Kecelakaan terjadi di KM 712.400 Jalur A Tol Surabaya-Mojokerto. Korban tewas dalam kecelakaan maut pada angkutan umum tersebut dikabarkan mencapai 15 orang. Lagi-lagi penyebabnya adalah kecelakaan tunggal. Lebih miris lagi, Agustus 2018 kecelakaan lalu lintas bus pariwisata yang merenggut banyak nyawa pernah terjadi di Cikidang, Sukabumi, Jawa Barat. Sebanyak 21 orang tewas usai bus nahas itu terjun ke jurang.
Angka kematian yang terbilang tinggi disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas pada angkutan umum itu menjadi sorotan banyak pihak, salah satunya Pengamat Trasportasi Publik, Djoko Setijowarno.
Djoko menegaskan, hal tersebut harus diusut tuntas. Sebaiknya, sambung dia, pihak terkait harus menyelidiki lebih dalam setiap peristiwa yang terjadi. Penekananya lebih kepada memberikan efek jera kepada siapapun yang terkait dengan kegiatan perjalanan.
"Agar pengusaha pun tidak mudah main investasi tanpa memikirkan resiko-resiko yang akan dihadapinya. Karena kalau tidak ada ijin atau mati KPSnya (Kerjasama Pemerintah Swasta), Ditjenhubdat Kemenhub tidak bisa berbuat apa-apa. Termasuk jika ada kesalahan di pengemudi juga harus ditindak lanjut," ujarnya kepada iNews.Bogor.id , Sabtu (21/5).
Dia menimbang, saat ini sekitar 60 persen banyak sekali bus pariwisata dengan nomor kendaraan luar daerahnya. Seperti bus pariwisata dari Pulau Jawa yang mendominasi di luar daerahnya.
Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjenhubdat) di daerah sudah melakukan upaya mendorong para pengusaha tersebut untuk mengurus ijin ke Ditjenhubdat. Namun, banyak pengusaha otobus (PO) tersebut tidak mau melakukannya dengan berbagai alasan.
"Intinya, karena mereka sudah dapat operasi di jalan dan tidak ada yang ganggu jadi buat apa susah-susah balik nama terus buat ijin," imbuhnya.
Djoko menyebut, setiap kejadian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan umum hanya berhenti menjadikan tersangka pengemudi. Seolah-olah pengemudi menjadi tumbal pengusaha yang tamak.
"Oleh sebab itu, tidak akan menurun angka kecelakaan angkutan umum jika tidak dilakukan pengusutan yang tuntas. Masyarakat yang menjadi korban kecelakaan juga jelas dirugikan," bebernya.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat itu menjelaskan, selama ini faktor penyebab kecelakaan tersebut selalu hampir sama, yakni kelelahan mengemudi. Kelelahan mengemudi dapat disebabkan manajemen perusahaan angkutan umum yang tidak mau menerapkan sistem manajemen keselamatan (SMK).
"Perusahaan angkutan umum yang sudah menerapkan SMK dapat meminimalkan terjadinya kecelakaan lalu lintas," pungkasnya.
Editor : Furqon Munawar
Artikel Terkait