KH Zainuddin MZ sudah banyak mengenal ulama Betawi ini yang wafat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta karena serangan jantung pada Selasa 5 Juli 2011 lalu.
Kiprahnya di dunia dakwah terutama Indonesia sudah dibuktikan dengan mendatangi berbagai pelosok. Isi ceramahnya bermakna dan intonasinya suaranya tegas menandakan wataknya yang serius saat berbicara soal agama. Tak lupa disela berdakwah, KH Zainuddin MZ kerap melontarkan humor-humor segar.
Tapi tahukah Anda arti MZ di akhir namanya? Hingga saat ini banyak orang bertanya tentang arti MZ tadi. Bahkan ada yang menilai huruf MZ adalah kepanjangan Muhammad Zein.
“Tetapi nama itu tidak benar, karena MZ adalah singkatan dari nama orangtua beliau yakni Turmuzi, kalau di Betawi dipanggil Mizi. Nah kalau nama Z, Zainabun. Jadi disambung jadi MZ,” kata anak tertuanya, Fikri Haikal Zainuddin dalam suatu kesempatan.
Diterangkannya bahwa nama asli KH Zainuddin MZ adalah Zainuddin Hamidi. Di akta kelahiran, nama beliau Zainuddin Hamidi dan nama MZ dari beliau sekolah sudah dipakai. KH Zainuddin sangat bangga terhadap orangtuanya yang memakai nama kakek dan neneknya di akhir namannya. Bukti kecintaan beliau terhadap orangtua, pengambilan nama MZ (Mizi dan Zainabun) sebagai penghormatan beliau terhadap orangtua.
Pada bagian lain Fikri juga menceritakan Kiai sejuta umat itu meninggal dunia dalam usia 60 tahun. Ternyata KH Zainudin MZ sebelum meninggal telah menentukan lokasi makamnya yakni di belakang masjid. Fikri, menceritakan bahwa sebelum meninggal, almarhum ayahnya sering berbicara tentang lokasi makamnya.
“Ayah pernah berpesan kepada ibu, Hj Kholilah, kalau meninggal, mau dimakamkan di samping masjid Fajrul Islam, yang terletak di depan rumah,” ujarnya. Pesan itu tak cuma pada keluarga, tapi juga disampaikan kepada teman-temannya. Ketika jalan-jalan keliling masjid, secara berseloroh ulama kondang itu kerap menyampaikan keinginannya untuk dimakamkan di lokasi.
”Tanah ini akan dibebaskan untuk menara masjid. Tempat “ane” nanti di sono belakang masjid,“ ucap Fikri menirukan ucapan ayahnya. Meski telah lama membicarakan lokasi pemakaman, tapi KH Zainuddin MZ pada hari-hari terakhir tidak memberikan isyarat apapun akan meninggalkan keluarganya untuk selama-lamanya.
“Sehari sebelum Ayah meninggal, tidak ada tanda-tanda apapun. Bahkan beberapa jam sebelumnya juga masih segar bugar,” tandas Fikri. Sebab itu, Fikri merasa bagai disambar petir ketika mengetahui ayahnya jatuh pingsan dan meninggal dalam perjalanan ke RS Pertamina Pusat, Jakarta.
Dia menceritakan sebelum meninggal dunia, Zainuddin MZ tiba-tiba jatuh pingsan usai Sholat Subuh saat hendak sarapan. Lalu langsung dibawa ke Rumah Sakit Pusat Pertamina dan masuk ruang UGD. Kemudian, dokter memberitahu kalau Zainuddin MZ sudah meninggal sekira pukul 09.20 WIB.
Fikri Haikal Zainuddin
Dia menambahkan bahwa sebelum meninggal dunia, KH Zaenudin bercita-cita mendirikan pesantren di sekitar masjid yang dibangunnya tersebut. Pasalnya, meski dikenal sebagai ulama besar KH Zainudin belum sempat mendirikan pesantren. Bukan hanya itu, sebelum meninggal KH Zainudin telah membuat desain pesantren yang kelak akan dibangun. Bahkan, dia sempat memberikan pesan agar dalam membangun pesantren tidak mudah menyerah.
“Ayah mempunyai perpustakaan pribadi yang mengkoleksi ratusan kitab kuning serta buku-buku agama. Beliau banyak menghabiskan waktu di sini, banyak membuat konsep yang dipersiapkan untuk ceramah,” katanya. Maklum, ia termasuk orang yang cinta pendidikan. Sejak SD sampai SMA, Zaenudin dihabiskan untuk belajar agama di pendidikan Darul Maarif Jakarta yang didirikan oleh Idham Chalid, tokoh NU sekaligus pendiri PPP.
Kedekatannya dengan Idham chalid itulah yang membawa KH Zainuddin masuk dalam ranah politik praktis. “Ayah sangat cinta agama, jadi ceramahnya bersumber dari agama. Dan retorika sangat kuat seperti Soekarno,”katanya. Zainudin juga dikenal dengan umatnya.
Kedekatan KH Zainuddin dengan umatnya tampaknya dibuktikan dengan makamnya yang berada disamping Masjid Fajrul Islam. Tujuannya agar dia bisa lebih dekat dan masyarakat bisa menziarahi Zainudin.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta