JAKARTA, iNewsBogor.id - Sebanyak 19 kontainer berisi cabai impor dari India tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur, sejak dua pekan yang lalu akibat tidak mengantongi RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura).
Menyikapi hal tersebut, Fikri Anizar Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah Badko HMI Jabodetabeka-Banten, menilai bahwa kejadian penahanan 19 kontainer itu diakibatkan oleh perselisihan aturan antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian soal kelengkapan dokumen.
“Kami melihat ada perselisihan antara dua lembaga ini, terutama Kemendag. Dan sudah seharusnya produk-produk impor yang tidak memiliki RIPH ditahan,” ujar Fikri dalam keterangan tertulis, Selasa (29/8/2023).
Fikri menilai bahwa ditahannya kontainer-kontainer milik CV BAJ dan CV SM tersebut diakibatkan tidak adanya RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura) yang harus dimiliki setiap importir.
“Jika mengacu pada Pasal 3 di Peraturan Menteri Pertanian 5/2022, setiap importir itu harus memenuhi persyaratan karantina tumbuhan dan memiliki RIPH, sementara kontainer yang tertahan tersebut punya RIPH,” paparnya.
Sesuai dengan peraturan tersebut, Fikri mempertegas RIPH diperlukan untuk menjamin pemenuhan keamanan pangan dalam pemasukan produk hortikultura, berdasarkan UU Hortikultura dan UU Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
“Sudah jelas dalam UU Hortikultura dan UU Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan diatur bahwa RIPH diperlukan untuk menjamin pemenuhan keamanan pangan dalam pemasukan produk hortikultura,” tambahnya.
Fikri dengan tegas mencatat bahwa SPI (Surat Persetujuan Impor) yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan sangat rawan dijadikan mala praktik barang-barang impor oleh importir.
“SPI dari Kemendag cenderung rawan dijadikan akal-akalan para importir. Padahal, importir bisa mengantongi SPI bila mana sudah memiliki RIPH. Dua surat tersebut keluar secara berurutan, namun faktanya banyak importir bisa memiliki SPI tanpa mempunyai RIPH,” pungkasnya.
Editor : Ifan Jafar Siddik