JAKARTA, iNewsBogor.id – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan bahwa Anwar Usman, Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) terbukti melanggar kode etik. Dari total 21 pelaporan yang masuk ke MKMK, 15 diantaranya melaporkan bahwa Anwar Usman telah melanggar prinsip kredibilitas, ketidakberpihakan, profesionalitas, dan rasionalitas ketika ia memutuskan aturan terkait batas usia capres dan cawapres pada 16 Oktober 2023 lalu.
Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, mengakui bahwa pelanggaran etik ini mudah dibuktikan karena sebagian besar pelapornya adalah guru besar. Sejak putusan MK mengenai batas usia capres dan cawapres diputuskan, Anwar Usman termasuk nama yang berkontribusi pada pengembalian Reformasi ke titik nol.
Putusan batas usia capres dan cawapres telah secara eksplisit menampilkan nepotisme terang-terangan antara Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Joko Widodo, dan Prabowo Subianto untuk kepentingan politik elektoral dan keberlangsungan kuasa oligarki.
Akan tetapi, kontribusi Anwar Usman terhadap pembalikkan Reformasi ke titik nol tidaklah sebanding dengan sanksi yang diputuskan MKMK. MKMK mutuskan hanya memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK namun tidak diberhentikan sebagai Hakim.
Direktur Eksekutif Public Virtue Research Institute, Yansen Dinata, menilai bahwa Anwar Usman seharusnya dipecat secara tidak hormat dari jabatan Hakim MK.
"MKMK harusnya proporsional dalam melihat batas pelanggaran etika apa yang bisa ditolerir dengan teguran lisan. Saya kira, nepotisme adalah dosa tak termaafkan bagi demokrasi," kata Yansen dalam keterangan tertulis, Selasa (7/11/2023).
Editor : Lusius Genik NVL