JAKARTA, iNewsBogor.id - Fungsionaris Barisan Aliansi Resistensi Al Aqso (BARAQ), Hasan Munawar, mengatakan kurangnya dukungan pemerintah Indonesia terhadap Hamas berasal dari keyakinan terhadap Two State Solution. Keyakinan ini mengakui eksistensi Israel dan Palestina berdasarkan batas garis hijau yang secara de facto dimulai pada 1949 sampai Perang Enam Hari pada 1967.
Opsi Two State Solution ini, menurut Hasan, membuat diplomatik Indonesia terjebak dalam posisi rumit karena harus mengakui dua negara di tengah kencangnya penolakan terhadap eksistensi Israel.
“Enggak rumit sebenarnya, tapi dibuat rumit karena pemerintah menganut pandangan two state solution, artinya mengakui adanya Israel dan juga Palestina dan berdasarkan apa yang disebut dengan batas (garis hijau) tahun 1967 atau Israel borders,” kata Hasan di markas BARAQ, Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (3/4/2024) malam.
Hasan menuturkan, Pemerintah Indonesia mengakui otoritas Palestina yang berbasis di Ramallah dengan presidennya, Mahmoud Abbas. Karena itu, tidak heran jika Indonesia memiliki pandangan yang cenderung kontra terhadap Hamas.
Hamas sendiri dianggap sebagai lawan oleh otoritas Palestina. Keduanya berseberangan dalam isu kemerdekaan negara tersebut.
“Ada rivalitas, kita tahu bagaimana faksi-faksi di Palestina. Tapi sekarang ini kita melihat kelompok-kelompok perlawanan sudah bersatu. (Kemudian) otoritas Palestina itu sudah terisolir dari perjuangan Palestina,” ungkap Hasan.
Hasan juga menyoroti adanya tuduhan dari segelintir aparat di pemerintahan yang menyebut Hamas berdagang senjata. Hamas juga dituding menyelewengkan bantuan yang disalurkan kepada penerima manfaat di Palestina.
Menurut Hasan, tuduhan itu juga tak lepas karena keberpihakan Indonesia terhadap otoritas Palestina di bawah kepemimpinan Mahmoud Abbas yang tak sejalan dengan Hamas.
“Kalau misalnya ada info-info yang disampaikan bahwa Hamas ini dagang senjata, ya saya rasa wajar kalau desas-desus seperti itu disampaikan oleh kawan-kawan kita di Palestina. Apalagi mereka ada di Tepi Barat yang sampai kepada telinga mereka melalui mitra-mitra dari otoritas Palestina,” ujarnya.
Dari kanan ke kiri: Presidium BARAQ, Abbas Husain; Ketua Bidang Humas ABI, Dede Azwar, Fungsionaris BARAQ, Hasan Munawar dan Bagir Alattas. (Foto: Alpin/iNews).
Hasan mengungkapkan, rivalitas otoritas Palestina terhadap Hamas seringkali membuat bantuan kemanusiaan yang disalurkan ke Palestina tidak sampai ke Gaza. Padahal, Gaza kini menjadi wilayah Palestina yang paling menderita akibat genosida Israel.
"90% hingga 99% bantuan tidak sampai ke Gaza," ungkap Hasan.
Sejatinya, menurut Hasan, rivalitas antara faksi-faksi di Palestina telah membuat otoritas di bawah kepemimpinan Mahmoud Abbas terisolasi dari perjuangan. Sebab otoritas tersebut tak mampu melepaskan diri dari opsi Two State Solution yang sebenarnya merugikan bangsa Palestina.
Hasan berharap pemerintah Indonesia dapat meninggalkan keyakinan Two State Solution dan mencari solusi yang lebih berkeadilan untuk Palestina.
“Two state solution bertentangan dengan asas negara kita, yakni menentang penjajahan di atas muka bumi,” katanya.
Sebagai informasi, BARAQ akan menggelar peringatan Hari Alquds Sedunia di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat pada Jumat (5/4/2024). Hari Alquds Sedunia diperingati setiap hari Jumat terakhir di bulan Ramdan.
Tema global Hari Alquds tahun ini adalah “Taufanul Ahrar” atau Badai Pembebasan yang ditujukan pada upaya kemerdekaan Palestina. Sementara tema yang diperingata secara nasional di Indonesia adalah “Setop Genosida Rakyat Palestina, Lawan Zionisme Internasional”.
Presidium BARAQ, Abbas Husain, mengatakan pihaknya menyerukan sejumlah sikap terhadap genosida Israel dan menyuarakan solidaritas untuk bangsa Palestina.
"Isu yang kita angkat kali ini adalah berkaitan tentang masalah syiar yang jauh-jauh waktu sudah dicetuskan, yang menjadi satu kewajiban kita, yang kita selalu turun setiap hari Jumat terakhir pada bulan Ramadan dan bukan menjadi hal yang baru secara usia daripada aksi ini sudah masuk ke 45 tahun. Tapi di Indonesia, (Hari Alquds) ini baru masuk dua dekade berjalan, kurang lebih 26 tahun dari tahun 1998," kata Abbas.
Abbas juga menyoroti upaya beberapa pihak yang bersimpati terhadap Israel dan berusaha menutupi kebiadaban negara tersebut. Ia juga mengecam narasi yang menyertai upaya tersebut, di antaranya adalah seruan solusi dua negara atau Two State Solution.
“Ini adalah satu hal yang tidak bisa diterima dan tidak bisa ditolerir karena setiap negara tidak akan pernah mau diperlakukan sama seperti Palestina. Karena setiap manusia, setiap negara, selalu mengedepankan terkait masalah kedaulatannya, kemerdekaannya, dan kebebasannya sebagai negara yang independen,” tegas Abbas.
Adapun BARAQ meyerukan enam poin sikap perlawanan terhadap Palestina untuk memperkuat peringatan Hari Alquds Sedunia:
1. Apa yang terjadi di Palestina dan mengalami puncaknya akhir-akhir ini berupa agresi militer brutal terhadap jalur Gaza adalah sebentuk genosida terhadap rakyat Palestina yang dipraktikkan oleh entitas ilegal zionis dengan dukungan Amerika Serikat dan Barat.
2. Segala bentuk penjajahan sebagaimana yang dipraktikkan rezim zionis di Palestina sejak 1948 bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip kemanusiaan sehingga harus dihapuskan dari kehidupan umat manusia.
3. Dukungan AS, Barat dan para kakitangannya di Asia Barat terhadap rezim zionis membuktikan bahwa genosida rakyat Palestina adalah proyek penjajahan zionisme internasional sehingga harus dihadang dan dilawan secara total dan kompak oleh seluruh elemen kemanusiaan dan perlawanan semesta.
4. Bangsa Palestina yang dijajah memiliki semua hak untuk melawan penjajahan rezim zionis dengan segala cara yang legal, termasuk perlawanan bersenjata demi meraih kemerdekaan.
5. Mengapresiasi setinggi-tingginya langkah-langkah diplomatik dan kemanusiaan yang ditempuh Pemerintah Republik Indonesia selama ini dalam mendukung dan mengupayakan kemerdekaan bangsa Palestina.
6. Mengimbau dan mendorong para tokoh, ormas, dan forum-forum nasional maupun internasional untuk bersama-sama menegaskan bahwa bangsa Palestina berhak menentukan nasib dan masa depannya sendiri dan merdeka dari penjajahan.
Editor : Furqon Munawar