Sehari ia mengaku bisa menghabiskan bahan baku beras sebanyak 30 liter yang dihaluskan dengan alat penggiling menjadi tepung beras. Yang menjadi ciri khas dari Dodongkal yaitu wadah atau tempat untuk mengukus yang berupa anyaman bambu berbentuk kerucut seperti tumpeng atau disebut Aseupan. Nantinya kukusan berbentuk kerucut tersebut dimasukkan ke dalam alat pengukus yang disebut seeng.
"Untuk daunnya kita menggunakan daun pisang batu. Kita benar-benar menggunakan bahan tradisional dan bebas bahan pengawet,” tuturnya.
Di daerahnya ada 30 pedagang dodongkal. Wawan secara pribadi memiliki 5 pedagang keliling yang menggunakan sepeda motor. “Pemasarannya menggunakan motoris atau keliling, karena saat ini tidak ada tempat untuk berjualan dan memasarkannya,” katanya.
Untuk prosesnya pembuatannya mulai dari pukul 11.00 WIB hingga waktu subuh. Harganya bervariasi, tergantung ukuran dan pemesanan, mulai dari Rp 3.000 hingga Rp 100.000. “Kalau yang motoris Rp 3.000 - Rp 5.000 satu porsinya,” katanya.
Kudapan hasil kreativitas warga lokal di Kota Bogor berkembang lewat jejaring KIM. (Foto : Istimewa)
Wawan menginginkan adanya penelitian dari Pemkot Bogor atau IPB University mengenai tepung beras agar kuat lama dan kualitasnya tidak menurun, agar ke depan dodongkal bisa dibuat secara praktis dimanapun dan kapanpun. Sebab, saat ini belum ada tepung instan dodongkal di pasaran.
Editor : Furqon Munawar