Ciptakan Budaya Sehat, Keluarga SIGAP Jadi Garda Depan Perlindungan Anak.

BOGOR, iNewsBogor.id – Upaya pendidikan kesehatan di kawasan pedesaan seringkali terhambat oleh berbagai tantangan, utamanya keterbatasan akses informasi dan budaya masyarakat yang belum sepenuhnya mendukung gaya hidup sehat
Namun, hal menarik terjadi ketika program Keluarga SIGAP (Siaga Dukung Kesehatan, Siap Hadapi Masa Depan) diterapkan secara berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat.
Pendekatan berbasis komunitas ini terbukti secara bertahap membuka wawasan dan mengubah pola hidup yang sebelumnya tidak sehat menjadi jauh lebih baik, di mana kebiasaan mencuci tangan, imunisasi rutin, dan asupan gizi seimbang mulai menjadi norma
Tidak mengherankan jika di desa-desa pedalaman, praktik imunisasi dan pola hidup sehat masih menjadi sesuatu yang sangat asing. Bahkan, sekadar mendengar kata 'imunisasi' saja sudah cukup untuk memantik rasa takut, baik di kalangan para ibu maupun anak-anak.
Seperti kisah Herawati, seorang ibu di pedalaman Bogor, yang berbagi pengalamannya setelah mengikuti program SIGAP.
“Setelah mengikuti program ini, kami jadi tahu bahwa imunisasi tidak seseram yang kami kira. Beberapa orang tua khawatir tentang demam, tapi setelah kami mendapat edukasi, hal itu tidak terlalu menakutkan," kata Herawati, Jumat (9/5/2026).
Jika seorang anak mengalami demam, lanjut dia, demamnya ringan dan biasanya akan hilang keesokan harinya. Mereka akan segera kembali ceria.
"Itulah mengapa saya dan suami merasa yakin bahwa melengkapi imunisasi anak kami akan memberikan perlindungan terbaik baginya,” sambungnya.
Seperti Herawati, banyak orang tua lainnya yang awalnya ragu untuk membawa balita mereka untuk mendapatkan imunisasi, atau hanya melakukan imunisasi dosis pertama tanpa melakukan imunisasi lanjutan.
Dengan membekali kader kesehatan setempat dengan alat dan pengetahuan yang tepat, program ini meruntuhkan ketakutan dan kesalahpahaman seputar vaksin.
Imunisasi, lantas bukan hanya sebagai tujuan kesehatan masyarakat, tetapi juga sebagai upaya bersama yang mudah didekati, mudah dipahami, dan dapat dijangkau oleh setiap keluarga.
Pendekatan berbasis masyarakat ini merupakan inti dari Keluarga Sigap, sebuah inisiatif kemitraan yang selaras dengan tujuan Pekan Imunisasi Dunia untuk mempromosikan akses yang adil terhadap vaksin dan melindungi setiap anak.
Program ini berfokus pada tiga perilaku sederhana namun kuat, yaitu mencuci tangan pakai sabun, imunisasi anak tepat waktu dan lengkap, dan peningkatan gizi, termasuk pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama.
Keluarga SIGAP membekali kader kesehatan setempat untuk memimpin perubahan perilaku yang berkelanjutan di lingkungan mereka.
Dampaknya sangat nyata. Di lokasi percontohan seperti Kabupaten Bogor (Jawa Barat) dan Kabupaten Banjar (Kalimantan Selatan), cakupan vaksin dan perilaku kesehatan menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Cakupan vaksin PCV1, yang penting untuk mencegah pneumonia, meningkat dari 28% menjadi 64%, sementara cuci tangan pakai sabun sebelum memberi makan anak meningkat dari 50% menjadi 81%.
Praktik-praktik gizi juga telah meningkat: proporsi anak-anak yang menerima makanan dengan lebih dari lima kelompok makanan meningkat sebesar 11%, yang mengindikasikan keragaman makanan yang lebih baik.
Selain itu, persetujuan terhadap rekomendasi pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama-tanpa air putih pun meningkat dari 90% menjadi 94%, yang mencerminkan kepatuhan yang lebih kuat terhadap praktik pemberian makan bayi yang optimal.
Intan Widayati, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat di Dinas Kesehatan Bogor, menyoroti dampak positif tersebut.
“Pembelajaran dari program SIGAP juga dirasakan di tingkat desa. Beberapa desa bahkan sudah mulai mengalokasikan dana desa untuk keberlanjutan program ini hingga tahun 2025,” ujarnya.
Diprakarsai oleh Gavi, Unilever Lifebuoy, dan The Power of Nutrition, program ini memberdayakan kader-kader lokal untuk memastikan tidak ada anak Indonesia yang tertinggal.
Keberhasilan Keluarga Sigap telah memicu diskusi penting tentang keberlanjutan. Dalam sebuah forum yang diselenggarakan awal tahun ini-yang menghadirkan perwakilan dari berbagai kementerian dan lembaga-dampak positif dan potensi perluasan program ini menjadi sorotan.
Salah satu hal penting yang dapat diambil dari diskusi tersebut adalah peran strategis dana desa dalam mempertahankan dan memperluas inisiatif Sigap di tingkat lokal.
Sappe M.P. Sirait, Analis Kebijakan Ahli Madya di Kementerian Desa, menekankan bahwa peraturan yang ada saat ini memungkinkan dana desa digunakan untuk mendukung layanan dasar kesehatan skala desa termasuk stunting.
“Kader-kader desa dapat dilatih untuk layanan dasar kesehatan dengan menggunakan dana tersebut. Permendesa PDT No. 2/2024 difokuskan antara lain untuk penanganan kemiskinan ekstrim dan ketahan pangan," ujarnya.
Eppy Lugiarti, Analis Kebijakan Ahli Madya/Kepala Kelompok Kerja Pelayanan Kesehatan, Direktorat Pembangunan Sosial Budaya dan Lingkungan Desa dan Perdesaan, menyatakan bahwa bimbingan dari pemerintah daerah sangat penting.
Menurut dia arah pembangunan desa selaras dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Sehingga program Keluarga Sigap pada dasarnya sejalan dengan program kesehatan dan target-target yang ingin dicapai sebagai bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Hal itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Desa Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
"Dengan pengawasan yang tepat dan integrasi ke dalam peraturan daerah, SIGAP dapat menjadi solusi jangka panjang, tidak hanya untuk stunting tetapi juga untuk tantangan kesehatan yang lebih luas," bebernya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta