Ibadah Kurban Wajib Ramah Lingkungan
BOGOR, iNewsBogor.id - Setiap Idul Adha, semangat pengabdian umat Islam tergambar jelas di berbagai sudut kota. Ribuan hewan kurban disembelih sebagai wujud kepatuhan kepada Allah dan kepedulian sosial terhadap sesama. Namun di balik suasana yang sakral itu, tersimpan persoalan yang sering terabaikan: dampak ekologis dari praktik penyembelihan yang belum sepenuhnya tertib dan ramah lingkungan.
Dr. Rimun Wibowo, Dosen Ilmu Lingkungan sekaligus Wakil Dekan Fakultas Teknik dan Sains (FTS) Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, telah mengamati situasi ini selama bertahun-tahun. Dalam perbincangan yang berlangsung santai namun sarat makna, Ia menjelaskan bahwa masalah utama bukan terletak pada semangat berkurban, melainkan pada bagaimana ritual itu dilaksanakan di lapangan.
Menurutnya, setiap tahun tempat penyembelihan hewan kerap dilakukan di lokasi yang tidak memadai—seperti gang sempit, halaman masjid, atau bahkan di tepi jalan.

"Limbah seperti darah, jeroan, dan tulang-tulang hewan seringkali tidak dikelola dengan baik dan menimbulkan pencemaran lingkungan. Belum lagi tumpukan kantong plastik yang digunakan untuk membungkus daging, yang akhirnya menambah beban sampah kota," tuturnya.
Rimun menambahkan bahwa kurban sejatinya tidak hanya soal hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan, tetapi juga mencerminkan tanggung jawab terhadap sesama dan terhadap alam.
"Dalam Islam, konsep seperti rahmatan lil ‘alamin, islah, dan amanah mengajarkan bahwa setiap tindakan ibadah seharusnya membawa maslahat bagi seluruh makhluk, termasuk lingkungan," tandasnya.
Dari pengamatannya, Dr. Rimun melihat bahwa kesadaran masyarakat terhadap isu ini masih relatif rendah. Banyak orang merasa telah menunaikan ibadahnya dengan menyembelih hewan, tetapi belum memikirkan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan sekitar. Padahal, menurutnya, ibadah yang sempurna adalah yang juga memperhatikan keseimbangan ekologis dan keberlangsungan hidup bersama.
Meski demikian, ia tetap optimistis sambil menyebut beberapa lembaga sudah mulai menjalankan program kurban yang lebih tertata dan ramah lingkungan.
"Dompet Dhuafa, misalnya, menggandeng peternak lokal untuk meminimalkan emisi dari transportasi hewan dan melakukan penyembelihan terpusat yang lebih higienis. Sementara FoodBank of Indonesia (Bank Makanan Indonesia) menyalurkan daging kurban ke pelosok negeri secara adil dan tertib, tanpa menghasilkan timbunan sampah di kota," imbuhnya.
Langkah-langkah ini, menurut Dr. Rimun, menunjukkan bahwa transformasi itu mungkin dilakukan. Kurban tetap dapat dijalankan sesuai syariat, sekaligus menjadi bentuk ibadah yang bertanggung jawab terhadap bumi. Ia menyarankan agar masyarakat mulai membiasakan wadah yang ramah lingkungan seperti besek dari bambu, atau wadah lainnya yang ramah lingkungan, mengurangi penggunaan plastik, dan memastikan limbah dibuang dengan cara yang benar.
Ia pun berharap tokoh agama, pemerintah daerah, dan komunitas masyarakat dapat bersinergi dalam menciptakan sistem kurban yang tertib, higienis, dan berkelanjutan. Ibadah ini, katanya, bisa menjadi momentum besar untuk membumikan nilai-nilai iman melalui tindakan nyata yang membawa maslahat bagi lingkungan.
Dalam pandangannya, "Idul Adha bukan sekadar momen spiritual, tetapi juga saat yang tepat untuk merefleksikan ulang hubungan manusia dengan alam. Dengan sedikit perubahan dan kepedulian, ibadah kurban bisa menjadi contoh nyata bahwa agama dan pelestarian lingkungan bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan saling menguatkan," tutupnya.
Editor : Furqon Munawar