get app
inews
Aa Text
Read Next : Desa Babakan Tenjo Kabupaten Bogor Resmikan Dapur Makan Bergizi Gratis Pertama, Layani 3.200 Siswa

IAW Sebut Abolisi Tom Lembong Langkah Korektif Presiden atas Proses Hukum yang Cacat Sejak Awal

Selasa, 05 Agustus 2025 | 13:49 WIB
header img
Presiden Prabowo Subianto dan Tom Lembong. (Foto : Istimewa)

BOGOR, iNewsBogor.id - Abolisi dari Presiden Prabowo Subianto untuk Tom Lembong hingga kini masih menuai pro kontra. Tak heran jika publik pun mempertanyakan, ini murni sinyal Presiden agar Kejaksaan Agung menindak semua mafia gula, atau karena tekanan politik. Publik pun dibuat bingung, apakah Abolisi yang diberikan Presiden terhadap vonis Tom Lembong merupakan pengampunan pada elit (baca: tokoh berpengaruh).

Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus menilai jika abolisi itu bukan semata mata ampunan, tapi lebih merupakan sinyal korektif dari Presiden bahwa proses hukum terhadap Tom cacat sejak awal. MengingT Tom Lembong dijatuhi hukuman berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang secara hukum bukan lembaga audit konstitusional.

Lebih lanjut, kata Iskandar, dalam sistem keuangan negara Indonesia, satu-satunya auditor negara yang sah secara konstitusi adalah BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebagaimana ditegaskan Pasal 23E UUD 1945 dan UU Nomor 15 tahun 2006.

"Maka, abolisi ini bisa dibaca sebagai koreksi terhadap proses hukum yang tidak adil dan sekaligus teguran keras terhadap sistem hukum yang hanya menghukum satu orang dalam kejahatan kolektif," kata Iskandar kepada wartawan di Bogor, Selasa, (5/8/2025) siang.

Iskandar menegaskan, dalam 20 tahun terakhir, BPK mencatat ada 91 kasus penyimpangan impor gula dari 2004 hingga 2024 dengan potensi kerugian negara mencapai Rp31,6 triliun. Anehnya, dari sekian banyak kasus,  hanya satu orang yang dihukum secara pidana, yakni Tom Lembong, itu pun dengan dasar audit BPKP.

"Menurut hukum, audit BPKP hanya untuk konsumsi internal Presiden dan tidak bisa dipakai sebagai alat bukti pidana," tegas Iskandar.

Data yang dimiliki IAW, baik Kejaksaan Agung maupun KPK, selama dua dekade hanya memproses 7 dari 91 kasus serupa, sisanya terkesan didiamkan.

Padahal berbagai LHP BPK menyebutkan pola yang sama yakni mark-up, penyelundupan kuota, dan penyimpangan wewenang dalam penetapan harga serta volume impor gula.

Ditegaskan Iskandar, abolisi ini bukan berarti mengakhiri proses hukum. Justru sebaliknya, abolisi terhadap Tom Lembong ini, adalah peringatan keras dan sinyal eksplisit dari Presiden Prabowo kepada Kejaksaan Agung dan KPK untuk melanjutkan proses penyidikan dan penuntutan kepada Menteri Perdagangan lainnya yang terlibat dalam kebijakan dan permainan kuota impor gula.

"Presiden seperti sedang berkata secara halus, kalau hanya Tom yang kalian hukum, maka saya cabut hukumannya. Tapi saya minta kalian lanjutkan proses terhadap yang lain," ucapnya.

Menurut Iskandar, Tom Lembong hanyalah bagian dari lingkaran pengambilan kebijakan yang lebih besar. Kebijakan impor gula tidak mungkin dilakukan tanpa persetujuan lintas kementerian dan intervensi dari pengusaha besar.

IAW menyebut, agar Kejaksaan Agung harus sesegera mungkin membuka kembali 84 kasus impor gula yang terhenti, menggunakan LHP BPK sebagai dasar hukum yang sah.

Iskandar juga meminta, semua nama dan institusi yang muncul dalam persidangan Tom Lembong harus diperiksa sebagai saksi atau calon tersangka.

Tak hanya itu, IAW juga meminta KPK wajib menyelidiki jaringan mafia kuota dan persekongkolan harga, dalam sistem impor gula nasional.

"IAW minta Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial menilai kembali yurisprudensi perkara Tom, dan menyusun pedoman baru agar audit BPKP tidak lagi digunakan dalam perkara pidana," tutup Iskandar.

Editor : Furqon Munawar

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut