get app
inews
Aa Text
Read Next : Jangan Skip Baca Tuntas! Perpustakaan Pertanian jadi Glow Up, Akses Ilmu Tani Tinggal Sat Set di HP

Hari Pangan Sedunia, Dua Guru Besar IPB University Soroti Krisis Lahan Pertanian di Indonesia

Kamis, 16 Oktober 2025 | 22:00 WIB
header img
Ilustarsi gambar pesawahan. (Foto : IST/Freepik)

BOGOR, iNewsBogor.id – Peringatan Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Oktober menjadi momen penting untuk mengkaji ulang kondisi pertanian nasional. Dua Guru Besar dari IPB University, Prof Suryo Wiyono dan Prof Baba Barus, mengungkapkan fakta mencemaskan soal alih fungsi lahan sawah yang terus terjadi di Indonesia.

Dalam keterangannya, Prof Suryo, Dekan Fakultas Pertanian IPB University, menyebut bahwa luas sawah Indonesia kini hanya sekitar 7,3 juta hektare, jauh lebih kecil dibandingkan negara lain.

“Secara global, kita berada di peringkat 130 dari 180 negara dalam hal ketersediaan lahan pertanian per kapita,” ungkapnya.

Data Kementerian Pertanian dan BPS menunjukkan tren penurunan signifikan: dari 8,1 juta ha (2015) menjadi 7,4 juta ha (2019). Bahkan, konversi lahan sempat mencapai 96 ribu hektare per tahun.

“Kalau tren ini terus berlanjut dan konversi tembus 100 ribu hektare per tahun, dalam 10 tahun kita bisa kehilangan 1 juta hektare sawah. Itu sangat berbahaya bagi ketahanan pangan nasional,” tegas Prof Suryo.

Senada, Prof Baba Barus, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB lainnya, menyoroti lemahnya perlindungan formal terhadap lahan pertanian.

“Sekitar tiga juta hektare sawah belum dilindungi secara hukum, padahal laju konversi sangat cepat. Implementasi UU 41/2009 juga masih lemah di banyak daerah,” katanya.

Menurut Prof Baba, banyak perda yang tidak didukung oleh peta spasial yang akurat, membuat perlindungan terhadap lahan pertanian sulit dijalankan secara efektif. Akibatnya, 23 provinsi mengalami defisit sawah, hanya 14 provinsi yang masih surplus.

Lebih lanjut, Prof Suryo menambahkan bahwa alih fungsi lahan paling banyak terjadi di wilayah subur seperti Jawa, Sumatra, dan Bali, karena dorongan nilai ekonomi yang tinggi.

“Satu meter persegi tanah bisa bernilai miliaran rupiah untuk perumahan atau industri, tapi harga panen padi tidak sebanding, ini realita yang mendorong petani menjual lahannya,” jelasnya.

Prof Baba mengingatkan bahwa persoalan pangan tidak hanya soal ketersediaan beras, tetapi juga menyangkut akses dan distribusi.

“Secara angka, kita mungkin tidak kekurangan beras, tapi masalah distribusi dan daya beli masyarakat masih jadi tantangan besar,” ujarnya.

Sebagai solusi, Prof Suryo menekankan tiga langkah strategis:

  1. Melindungi lahan subur dari konversi.
  2. Membuka lahan pertanian baru di luar Pulau Jawa.
  3. Meningkatkan produktivitas dan diversifikasi tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti jamur pangan, hortikultura, dan rempah.

 

Prof Baba juga menekankan pentingnya konsistensi kebijakan, serta transisi yang adil bagi petani, termasuk memperhatikan ketersediaan air, produktivitas, dan ketergantungan petani terhadap lahan.

“Momentum Hari Pangan Sedunia dan Hari Tani Nasional ini harus jadi pengingat bahwa alih fungsi lahan adalah isu strategis bangsa, bukan hanya masalah teknis,” pungkas Prof Suryo.

Editor : Furqon Munawar

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut