Berawal dari momen tersebut, Maya akhirnya mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait Islam.
Para sahabat Maya pun menjawab bukan berdasarkan opini mereka melainkan merujuk pada Alquran, hadist, sunah nabi, maupun dalil. Jika mereka tidak tahu jawabannya, mereka akan jujur kepada Maya dan berusaha mencari tahu.
"Jadi di sinilah aku berdiri di hadapan Islam, dan Islam adalah kebenaran. Aku yang menyangka bahwa islam merupakan kebenaran. Namun aku belum siap untuk menjadi seorang muslimah," ujarnya.
Selama Maya mempelajari Islam, ia tersadar bahwa mempercayai saja tidak cukup. Bagi Maya Islam merupakan jalan hidup.
"Islam punya aturan tersendiri dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan hukum. Jika aku berniat untuk menjadi seorang muslimah, berniat menjadikan Islam sebagai jati diriku, segalanya yang kuketahui selama ini harus berubah," ucap Maya.
Maya yang belum siap menjadi seorang muslimah, perlahan melakukan 'masa percobaan'. Dia mulai menjauhi makanan dan minuman haram seperti alkohol. Selain itu Maya juga menghentikan kebiasaan pergi ke klub malam.
Pakaian yang Maya kenakan juga mulai sopan. Dia bahkan membuang separuh isi lemarinya. Namun Maya masih bimbang karena memeluk Islam adalah komitmen seumur hidup. Dia ingin yakin sepenuhnya dalam memberikan komitmen kepada Allah.
Salah satu ketakutan Maya ketika hendak memeluk muslim adalah respons keluarganya yang tidak mengenal agama. Butuh waktu lama untuk Maya bisa menyampaikan niat masuk Islam kepada keluarga, terutama sang ibu.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait