JAKARTA, iNewsBogor.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal mengklarifikasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai saksi dalam perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Airlangga dijadwalkan bakal diperiksa pada hari ini, Selasa (18/7/2023).
"Benar (dipanggil) perkara CPO," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Ketut Sumedana.
Dalam perkara ini, tiga perusahaan CPO telah ditetapkan sebagai tersangka korporasi, pada Kamis (15/6) lalu.
Ketiga perusahaan tersebut, yakni Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup.
Berdasarkan putusan MA yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, kerugian negara sebesar Rp6,47 triliun akibat pengurusan ekspor minyak mintah.
Kabar pemanggilan Airlangga oleh Kejaksaan Agung telah tersiar sejak Senin (17/7) kemarin. Namun Kejaksaan Agung belum merilis keterangan pemanggilan hingga saksi bersedia memenuhi panggilan.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun iNewsBogor.id, Airlangga bakal diperiksa pukul 16.00 WIB sore ini.
Tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada bulan Januari 2021-Maret 2022 telah selesai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan berkekuatan hukum tetap (inkrah) di tingkat kasasi.
Lima orang terdakwa telah dijatuhi pidana penjara dalam rentang waktu 5 - 8 tahun.
Kelima terpidana itu, yakni mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, anggota Tim Asisten Menko Bidang Perekonomian Lin Chen Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Palulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, dan GM Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togas Sitanggang.
Dalam putusan perkara ini terdapat satu hal yang sangat penting, yaitu majelis hakim memandang perbuatan para terpidana merupakan aksi korporasi.
Oleh karena itu, majelis hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi (tempat di mana para terpidana bekerja). Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.
Selain itu, perbuatan para terpidana telah menimbulkan dampak signifikan, yaitu terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan daya beli masyarakat, khususnya terhadap komoditi minyak goreng.
Akibatnya, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai senilai Rp6,19 triliun.
Editor : Ifan Jafar Siddik
Artikel Terkait