Masinton yakin bahwa semua anggota dewan memahami bahwa konstitusi bukan sekadar hukum dasar. Konstitusi adalah ruh dan jiwa semangat sebuah bangsa.
“Tapi apa hari ini yang terjadi? Ini kita mengalami suatu tragedy konstitusi pasca terbitnya putusan MK 16 Oktober lalu. Itu adalah tirani konstitusi,” paparnya.
Sebagai ruh dan jiwa bangsa Indonesia, konstitusi seharusnya tegak lurus pada tempatnya.
Ia menegaskan bahwa konstitusi tidak boleh dipermainkan atas nama pragmatisme politik sempit sebagaimana ditunjukan kalangan elite dengan menggunakan MK untuk melanggengkan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, mengikuti kontestasi Pilpres 2023.
“Saya berdiri di sini bukan atas kepentingan partai politik. juga tidak bicara tentang kepentingan capres maupun capres. Saya tidak bicara tentang capres saudara Anies dan Muhaimin Iskandar. Saya tidak bicara tentang Pak Ganjar dan Prof Mahfud. Saya juga tidak bicara tentang Pak Prabowo beserta pasangannya. Tapi saya bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi, menjaga mandat reformasi dan demokrasi ini,” tegasnya.
Masinton turut menyinggung mandat reformasi 1998 yang jelas mengatur tentang masa jabatan presiden harus dibatasi.
Hal lain yang diamanatkan oleh reformasi, yakni bagaimana negara akhirnya mengeluarkan TAP MPR Nomor 11 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme).
Editor : Lusius Genik NVL
Artikel Terkait