Adib mencatat bahwa pada hari rukyat, tinggi hilal pada saat matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia berkisar antara -0°20’ 1,2” sampai 0°52’ 5,4” dengan sudut elongasi antara 2°14’ 46,8” sampai 2°41’ 50,4”.
Untuk memastikan hal ini, pemantauan hilal Ramadhan 2024 akan dilakukan di 134 lokasi di seluruh Indonesia.
Pada sisi lain, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan bahwa posisi bulan di Indonesia masih sangat rendah hanya 0,7 derajat dan elongasi 1,7 derajat pada 10 Maret 2024.
Hal ini berarti bulan belum memenuhi kriteria baru yang ditetapkan oleh Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), yang minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
Thomas Djamaluddin, Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN, menuturkan bahwa perubahan kriteria MABIMS ini berdampak pada perubahan dalam penghitungan dan penetapan awal bulan Hijriah. Menurutnya, metode rukyat dan hisab memiliki kekuatan setara dalam menentukan awal bulan Hijriah, sehingga tidak ada dikotomi antara keduanya.
Kementerian Agama (Kemenag) memulai rangkaian Sidang Isbat Penetapan Awal Ramadan 1445 H pada hari ini, MInggu (10/3/2024), dengan agenda seminar posisi hilal. Sidang ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki, Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Anwar Iskandar, Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, serta sejumlah Duta Besar (Dubes) negara-negara sahabat.
"Sidang ini merupakan layanan keagamaan bagi masyarakat untuk mendapat kepastian mengenai pelaksanaan ibadah," ujar Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Kamaruddin Amin.
Sidang isbat akan digelar secara hybrid, yaitu daring dan luring. Tim Hisab Rukyat Kemenag, Cecep Nurwendaya, dijadwalkan akan menjadi narasumber dalam seminar yang digelar di Auditorium H.M Rasjidi Kementerian Agama, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Editor : Furqon Munawar
Artikel Terkait