JAKARTA, iNewsBogor.id - Kementerian Agama (Kemenag) memberikan tanggapan terkait usulan dari Muhammadiyah untuk menghilangkan kegiatan Sidang Isbat dalam menetapkan awal Ramadan. Juru Bicara Kemenag, Anna Hasbie, menyatakan bahwa Sidang Isbat tetap harus diselenggarakan mengingat adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Dalam fatwa tersebut, diputuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyat (pengamatan) dan hisab (perhitungan) oleh Pemerintah RI melalui Menteri Agama, dan berlaku secara nasional.
Anna Hasbie menjelaskan bahwa Sidang Isbat diperlukan bukan hanya untuk menentukan tanggal awal Ramadan berdasarkan hisab, tetapi juga untuk memastikan apakah hilal (bulan sabit) terlihat atau tidak. Rukyat merupakan metode pengamatan langsung terhadap hilal.
"Sidang Isbat memadukan dua metode, yaitu hisab dan rukyat, karena aturannya dalam fatwa MUI tahun 2004 mengharuskan penggabungan keduanya," kata Anna Hasbie kepada wartawan, Ahad (10/3/2024).
Sidang Isbat menggabungkan metode hisab dan rukyat. Hisab menggunakan perhitungan astronomi dan prediksi, sedangkan rukyat dilakukan oleh Tim Kemenag yang secara langsung memantau hilal di 134 lokasi di seluruh Indonesia.
Menurut Anna, kedua metode tersebut harus ada, dan itulah alasan pentingnya dilaksanakan Sidang Isbat. "Jika hanya menggunakan hisab saja, maka tidak perlu ada Sidang Isbat, tetapi karena ada peraturan tentang penggunaan hisab dan rukyat," ucapnya.
Editor : Furqon Munawar
Artikel Terkait