JAKARTA, iNewsBogor.id - Iklim Manusia, Welas Asih, Rasional (Iklim MaWaRa) menggelar diskusi publik bertema “Identitas Politik dalam Pandangan Farabi: Reinterpretasi Kitab Al-Millah” di Digra Coffee, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Minggu, (17-24/3/2024).
Kegiatan Iklim MaWaRa kali ini melibatkan angkatan pertama untuk serial pemikiran filsuf muslim Al-Farabi. Peserta yang hadir datang dari berbagai latar belakang, mulai mahasiswa, guru, jurnalis, karyawan swasta, aktivis, dll.
Adapun topik yang dibahas mencakup Konsep Millah dan Konsep Bangsa; irisan Filsafat, Agama, dan Budaya; Tipologi Pemerintahan; Model-Model Leadership; dan Budaya Politik.
Direktur Eksekutif MaWaRa, Muhammad Hazir Rahim (kiri), saat diskusi dengan peserta dalam kegiatan bedah Kitab Al-Millah karya Al-Farabi. (Foto: Alpin/iNews).
Founder Iklim MaWaRa, Muhammad Hazir Rahim, mengungkapkan pentingnya mengkaji pemikiran intelektual muslim terdahulu yang belum banyak diperbincangkan di Indonesia.
Salah satu karya pemikiran filsuf muslim yang layak untuk dibahas kembali adalah Al-Millah. Kitab ini adalah karya monumental yang menjadi tonggak pemikiran Al-Farabi setelah karyanya yang lain, Ihsha al-Ulum.
Hazir menjelaskan, meski Al-Millah tergolong ringkas, tapi kandungannya sangat padat. Menurutnya, setiap proposisi dalam kitab tersebut dapat ditemukan di karya-karya Al-Farabi yang lain.
Al-Millah dipilih sebagai fokus diskusi karena dianggap sebagai batu loncatan dalam mengembangkan konsep Practical Wisdom atau kebijaksanaan praktis.
"Practical Wisdom kita mulai dari Al-Farabi. Filsafat Islam dalam aspek hikmah amali-nya, dimulai dan diakhiri oleh Al-Farabi," ungkap Hazir.
Untuk mendapatkan ide atau inspirasi baru, membaca buku lama adalah kunci. Hazir mengutip filsuf besar, Alfred North Whitehead, yang menyatakan bahwa semua filsafat yang dibahas pasca kejayaan intelektual Yunani hanyalah catatan kakinya Plato.
Peserta Iklim MaWaRa. (Foto: Alpin/iNews).
"Buku-buku lama memiliki khasiat tersendiri. Ide baru sering muncul saat kita membaca karya-karya klasik," kata Hazir.
Menurut Hazir, MaWaRa berusaha menembus batasan-batasan literatur untuk merekonstruksi pemikiran kuno agar relevan dengan kehidupan saat ini.
Diskusi mengenai Al-Millah juga penting karena ada persoalan linguistik yang dianggap Hazir sebagai representasi paling murni dari pemikiran Al-Farabi.
“Bahasa buat saya itu adalah sesuatu yang bukan cuma sekadar kata-kata, tapi bahasa itu adalah perwakilan paling muka. Bahasa bahkan bisa jadi mengalahkan alam pikiran sendiri,” ungkapnya.
Hazir menambahkan, Al-Farabi dalam kitab Al-Millah memasukkan konsep dan bahasa baru untuk mempengaruhi alam pikiran manusia.
“Ketika konsep-konsep baru itu muncul apalagi konsepnya itu dasar, itu akan memberikan perubahan yang serius buat kehidupan kita, buat paradigma kita," katanya.
Editor : Furqon Munawar
Artikel Terkait