BOGOR, iNewsBogor.id - "Jangan pernah melupakan sejarah," ungkapan ini sangat tepat untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang demi bangsa dan tanah air, hingga akhirnya kita semua dapat terbebas dari cengkeraman penjajah.
Di arah barat Kota Bogor, terdapat sebuah tempat bersejarah yang mungkin belum banyak diketahui. Di tempat itulah, seorang ulama kharismatik, KH Sholeh Iskandar, memulai peradaban di salah satu titik penting di negeri ini, yang dikenal sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Nurdin Alazis, bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah Kota Bogor, mencatat bahwa nama KH Sholeh Iskandar sudah tidak asing lagi bagi warga Bogor. Namanya diabadikan menjadi nama jalan protokol, yang menjadi lokasi berdirinya kampus dan rumah sakit Islam di Kota Hujan.
Lahir di Pasarean, Cibungbulang, pada 22 Juni 1922, KH Sholeh Iskandar sejak kecil telah mengenyam pendidikan di pesantren. Sosoknya dikenal sebagai tokoh perjuangan di era awal kemerdekaan yang sangat disegani, terutama di Tanah Pasundan. Meskipun terkenal sebagai sosok yang alim, KH Sholeh Iskandar tidak pernah mengabaikan penindasan yang dilakukan oleh penjajah. Ilmu agama dan kepribadiannya yang kuat menjadi modal utama mengapa beliau sangat gigih dalam melawan penjajahan Belanda.
KH Sholeh Iskandar memulai perjuangannya sejak usia belia. Sebelum turun ke medan perang, pada tahun 1938 di daerah kelahirannya di Cibungbulang, Kabupaten Bogor, ia mendirikan organisasi pemuda Muslim bernama Subbanul Muslimin. Masa mudanya dihabiskan di medan perang. Ia tercatat sebagai Komandan Hizbullah pada tahun 1945-1947 di wilayah Bogor Barat, yang meliputi Leuwiliang dan Jasinga. Dari organisasi kepemudaan inilah, KH Sholeh Iskandar kemudian berjuang bersama pejuang kemerdekaan lainnya dalam gerilya melawan penjajah Belanda.
Keberaniannya dalam pertempuran melawan penjajah menjadikan KH Sholeh Iskandar dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan. Berbagai catatan perlawanan yang dilakukan bersama para pejuang lainnya kelak membuatnya mendapatkan pangkat Mayor, berdampingan dengan gelar KH yang diberikan oleh masyarakat. Beberapa perlawanan yang dipimpinnya, termasuk mengatur strategi melawan tentara Inggris dan Belanda di daerah Ciseeng, Parung, Depok, dan Kota Bogor pada masa Perjanjian Renville.
Salah satu jasa Mayor TNI KH Sholeh Iskandar yang paling dikenang adalah memimpin pasukan gerilya Batalyon Tirtayasa Siliwangi (1947–1950). Berkat kepemimpinannya, pasukan sekutu kalah telak dan terpaksa meninggalkan Bogor. Tidak hanya itu, Batalyon yang dipimpinnya juga berhasil menghancurkan dua Tank Sherman milik Belanda, sebuah aksi heroik yang diabadikan dalam Prasasti Perjuangan Masyarakat Bogor di Leuweungkolot, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, yang kini dikenal sebagai Kampung Tank.
Kepiawaian KH Sholeh Iskandar dalam strategi perang mempertahankan Bogor diakui oleh Belanda dan sekutunya. Para komandan Belanda saat itu mengakui bahwa Sholeh Iskandar adalah salah satu ahli strategi perang gerilya terbaik yang dimiliki Indonesia dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Selain dikenal sebagai pejuang tangguh, Sholeh Iskandar juga merupakan sosok yang visioner dan jauh melampaui zamannya. Pada usia 28 tahun, ia berhasil mengubah Kampung Pasarean, Kecamatan Pamijahan, menjadi perkampungan modern dengan tata ruang yang memenuhi standar kesehatan dan lingkungan yang baik. Inovasi ini membuat Kampung Pasarean diakui oleh UNESCO sebagai Desa Modern Pertama di Dunia Ketiga pada tahun 1953.
Setelah Indonesia merdeka, KH Sholeh Iskandar mengundurkan diri dari ketentaraan pada tahun 1950 dengan pangkat terakhir Mayor, kemudian aktif sebagai Ketua Umum di Serikat Tani Islam Indonesia (STII) pada tahun 1956. Ia menggantikan Mohammad Sardjan yang menjadi Menteri Pertanian Republik Indonesia. Serikat ini didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani Indonesia.
Tidak hanya aktif dalam organisasi pertanian, KH Sholeh Iskandar juga terlibat dalam kancah politik nasional. Pada tahun 1958, ia bergabung dengan Partai Masyumi bersama sejumlah tokoh ulama, termasuk Muhammad Natsir dan KH Nur Alie. Selain itu, KH Sholeh Iskandar juga mendirikan Pesantren Pertanian Darul Fallah pada tahun 1960 di kawasan Cinangneng, Ciampea, Kabupaten Bogor. Pesantren ini menjadi Pesantren Pertanian Pertama di Indonesia.
Selain mendirikan pesantren, KH Sholeh Iskandar juga mendirikan Universitas Ibnu Chaldun Bogor pada tahun 1961, yang kini dikenal sebagai Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor. Universitas ini berhasil mendidik sekitar 8.000 mahasiswa setiap tahunnya. Pada tahun 1972, ia mendirikan Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Jawa Barat yang kini menjadi Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI). Organisasi ini telah banyak memberikan fatwa dan pandangan kritis terhadap pendidikan di Indonesia.
Pada tahun 1982, KH Sholeh Iskandar mendirikan Yayasan Rumah Sakit Islam Bogor (YARSIB), yang kini dikenal sebagai Rumah Sakit Islam Bogor. Rumah sakit ini melayani sekitar 10.000 pasien setiap bulannya, baik rawat inap maupun rawat jalan, dengan mayoritas pasien berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Meskipun usianya semakin tua, KH Sholeh Iskandar tetap memikirkan kemakmuran dan perekonomian wilayah Leuwiliang dan sekitarnya yang masih tertinggal. Atas inisiatifnya, ia mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Amanah Ummah untuk mempercepat dan mempermudah akses ekonomi dan permodalan bagi kelompok usaha kecil dan menengah (UKM). Kini, BPR Amanah Ummah telah memiliki aset mencapai puluhan miliar rupiah dan diakui sebagai BPRS terbaik di Indonesia melalui berbagai penghargaan. Bank ini memiliki sekitar 30.000 nasabah, yang mayoritasnya adalah pedagang kecil dan UMKM.
Hingga menjelang akhir hayatnya, ulama kharismatik ini terus berjuang membela kepentingan umat. Pada 22 April 1992, umat Islam berduka ketika KH Sholeh Iskandar menghembuskan napas terakhirnya di Bogor, pada usia 69 tahun, dan dimakamkan di Taman Pemakaman Keluarga Barengkok, Leuwiliang, Bogor.
Tidak mengherankan bahwa pada tahun 1995, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajukan KH Sholeh Iskandar bersama empat tokoh lainnya sebagai pahlawan nasional.
Editor : Ifan Jafar Siddik
Artikel Terkait