"Dompet Dhuafa, misalnya, menggandeng peternak lokal untuk meminimalkan emisi dari transportasi hewan dan melakukan penyembelihan terpusat yang lebih higienis. Sementara FoodBank of Indonesia (Bank Makanan Indonesia) menyalurkan daging kurban ke pelosok negeri secara adil dan tertib, tanpa menghasilkan timbunan sampah di kota," imbuhnya.
Langkah-langkah ini, menurut Dr. Rimun, menunjukkan bahwa transformasi itu mungkin dilakukan. Kurban tetap dapat dijalankan sesuai syariat, sekaligus menjadi bentuk ibadah yang bertanggung jawab terhadap bumi. Ia menyarankan agar masyarakat mulai membiasakan wadah yang ramah lingkungan seperti besek dari bambu, atau wadah lainnya yang ramah lingkungan, mengurangi penggunaan plastik, dan memastikan limbah dibuang dengan cara yang benar.
Ia pun berharap tokoh agama, pemerintah daerah, dan komunitas masyarakat dapat bersinergi dalam menciptakan sistem kurban yang tertib, higienis, dan berkelanjutan. Ibadah ini, katanya, bisa menjadi momentum besar untuk membumikan nilai-nilai iman melalui tindakan nyata yang membawa maslahat bagi lingkungan.
Dalam pandangannya, "Idul Adha bukan sekadar momen spiritual, tetapi juga saat yang tepat untuk merefleksikan ulang hubungan manusia dengan alam. Dengan sedikit perubahan dan kepedulian, ibadah kurban bisa menjadi contoh nyata bahwa agama dan pelestarian lingkungan bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan saling menguatkan," tutupnya.
Editor : Furqon Munawar
Artikel Terkait
