"Ini entitas anak perusahaan BUMN yang belum memiliki HGU, belum pernah mengelola hutan, dan belum diuji publik," kata Iskandar.
Ia menegaskan, penyerahan aset sebesar itu tanpa lelang atau tender terbuka, jelas berpotensi melanggar sejumlah peraturan penting, yaitu:
- UU No. 1 tahun 2004, pada pasal 34, menyebut pengalihan aset negara harus melalui mekanisme lelang.
- PP No. 27 tahun 2021 yang mengatur pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) butuh legalitas dan sertifikasi.
- PP No. 24 tahun 2021, menyebut pelepasan kawasan hutan harus definitif, bukan status “abu-abu”.
- Putusan MK No. 45/PUU-IX/2011, terkait penetapan kawasan hutan tidak bisa spekulatif.
"Apalagi, data BPN menunjukkan bahwa seluruh lahan itu belum bersertifikat atas nama negara. Belum ada dasar hukum, tapi sudah dialihkan ke BUMN non-perum, ini sudah masuk zona merah tata kelola negara," tegasnya.
Iskandar menyebut, dengan luas lahan sawit mencapai 833.413 hektar, dan produktivitas mencapai 20 ton TBS/ha/tahun dan harga TBS Rp2 ribu/kg,maka potensi bruto pendapatan adalah kisaran Rp33,33 triliun/tahun.
Editor : Furqon Munawar
Artikel Terkait
