BOGOR, iNewsBogor.id – Asosiasi Transporter Tangerang Bogor (ATTB) merespons kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menghentikan sementara aktivitas tambang di wilayah Parung Panjang, Cigudeg, dan Rumpin. Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 144 yang dikeluarkan Gubernur pada akhir September 2025.
Akibat penghentian itu, perusahaan tambang berhenti beroperasi sehingga ribuan sopir truk, buruh angkut, hingga pemilik armada kehilangan pemasukan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran mendalam bagi masyarakat yang bergantung hidup dari sektor pertambangan.
Ketua ATTB, Asep Fadhlan, menilai kebijakan penutupan sementara tambang tanpa batas waktu membuat ribuan pekerja berada dalam ketidakpastian.
“Banyak masyarakat yang nasibnya digantung. Perusahaan tidak produksi, tidak ada penjualan material, buruh banyak dirumahkan, dan sopir kehilangan pemasukan. Sampai kapan kondisi ini dibiarkan?” kata Asep saat ditemui wartawan, Rabu (1/10/2025).
Menurutnya, persoalan ini tidak hanya menyangkut pekerja tambang, tetapi juga pemilik truk yang mayoritas membeli kendaraan dengan sistem kredit.
“Itu baru bicara sopir dan buruh. Pemilik truk juga terancam karena tetap harus membayar cicilan ke leasing. Mereka bukan orang kaya, banyak yang menggadaikan rumah, tanah, atau sertifikat demi bisa memiliki truk dan bekerja di sektor ini,” ujarnya.
Asep juga mengingatkan, kondisi ekonomi masyarakat yang terdesak bisa berdampak pada meningkatnya tindak kriminalitas maupun gesekan sosial.
“Yang kita khawatirkan, jika masyarakat semakin terdesak kebutuhan, bisa timbul konflik. Jangan sampai ada pihak yang diadu domba karena kebijakan pemerintah,” tegasnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa kebijakan penghentian sementara aktivitas tambang di wilayah Bogor bagian barat bukanlah bentuk penolakan terhadap usaha pertambangan.
Kebijakan ini diambil sebagai langkah darurat untuk menyelamatkan ribuan nyawa dari ancaman kecelakaan lalu lintas yang melibatkan truk tambang di Parung Panjang, Rumpin, dan sekitarnya.
“Ini bukan anti-tambang, tetapi demi pembangunan yang berkeadilan dan tidak merugikan masyarakat luas,” kata Dedi.
ATTB berharap pemerintah segera mencari solusi yang tidak merugikan masyarakat. Pembangunan jalur khusus tambang atau regulasi yang lebih jelas dinilai dapat menjadi jalan tengah agar kegiatan ekonomi masyarakat tetap berjalan tanpa mengorbankan keselamatan publik.
Editor : Ifan Jafar Siddik
Artikel Terkait
