get app
inews
Aa Text
Read Next : Inspirasi Kegembiraan Islami: 10 Ide Permainan Seru untuk Pesantren Kilat

Dulu Membenci Islam Kini Bule Cantik Ini Jadi Mualaf Komitmen Seumur Hidup

Selasa, 02 November 2021 | 10:31 WIB
header img
Wanita cantik ini mualaf dulu membenci Islam. (Foto: /YouTube)

KISAH mualaf Maya Wallace, Muslimah asal Skotlandia ini harus menemui jalan panjang terjal sebelum memastkan dirinya memeluk Islam

Maya kelahiran Glasgow 1988 ini resmi memeluk islam pada tahun 2009 dan kisahnya menemukan kebenaran dan kepastian jalan Islam menarik disimak .

Sebelum Maya benar-benar yakin kepada agama Islam, Maya adalah seseorang yang tidak memiliki agama. Dia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang tidak menganut agama apapun sehingga tidak ada kitab suci agama manapun di rumahnya.

Saat duduk di bangku SMA, Maya berkeinginan untuk lebih mengenal agama. Dalam sebuah video Maya mengatakan perlu menemukan jawaban berbagai pertanyaan yang dia miliki sejak kecil.

"Saat itu aku memiliki hasrat untuk mendapatkan beberapa jawaban. bukan karena ingin memeluk sebuah agama, bukan karena ingin menjadi pemeluk Kristen, Sikh, atau Katolik," ujar Maya dalam sebuah video yang dikutip pada  Selasa, (2/11/2021).

Sayangnya Maya tidak mendapatkan jawaban yang membuatnya puas.

Ketika SMA, Maya belum mengenal ajaran Islam karena di sekolahnya tidak ada pengajar yang memiliki pengetahuan tentang Islam. Hal ini tidak masalah bagi Maya karena menurutnya Islam itu bukanlah ajaran yang benar.

Maya bahkan menganggap Islam sebagai agama biadab dan para penganutnya dianggap sinting. Dalam pikiran Maya ketika itu, penganut islam gemar meneror orang tak berdosa dan suka meledakkan bangunan alias teroris.

Kebencian Maya terhadap Islam tentunya tidak pernah sedikitpun membuat Maya berpikir untuk masuk Islam. Sebagai seorang remaja pada umumnya di Skotlandia, Maya punya kebiasaan mengonsumsi alkohol dan juga pergi ke klub malam.

Perjalanan Mengenal Islam

Perjalanan Maya menuju islam dimulai pada tahun 2005 silam. Maya yang bekerja di sebuah call center dipertemukan dengan pegawai lain yang mayoritas adalah orang-orang Pakistan beragama Islam.

Persahabatan antara Maya dan teman-teman muslimnya mulai terjalin. Maya melihat mereka tidak seperti apa yang telah ia bayangkan sebelumnya mengenai islam. Jika dahulu dia memandang Islam sebagai agama yang biadab dan penganutnya dianggap teroris, Maya tidak melihat hal tersebut pada diri teman-temannya.

Mereka bergaul layaknya persahabatan pada umumnya, seperti ke bioskop dan lain-lain. Seiring berjalannya waktu, Maya mulai memperhatikan sikap teman-temannya.

"Namun satu hal yang menonjol bagiku adalah bahwa mereka melakukan apapun dengan cara yang sangat terhormat, Mereka sangat menjaga kehormatan diri mereka sendiri. Pelan-pelan aku memperhatikan tingkah laku dan sikap mereka, itu yang mengenalkanku pada islam," tutur Maya.

Ramadhan tiba, para sahabat muslim Maya pun berpuasa. Pada suatu ketika, teman-teman Maya hendak buka puasa bersama. Dalam acara buka puasa bersama ini, ada suatu momen yang akhirnya membuat Maya penasaran dengan Islam. 

Maya terkesan ketika sahabat muslim nya menawarkan spring roll (sejenis lumpia) kepada dirinya yang bahkan tidak berpuasa.

"Salah satu sahabatku, Sam Shayma, menyodorkan sekotak spring roll (sejenis lumpia) dan menawarkannya padaku. Itu merupakan momen yang berkesan bagiku," ucapnya.

"Aku yang makan sepanjang hari, bahkan mungkin tak sadar telah minum air atau yang lainnya di hadapan mereka, malah ditawari makanan dan diajak berbuka berbuka puasa bersama mereka," ujar Maya.

Maya lalu dibuat semakin penasaran karena kebaikan para sahabatnya ini. Dia mulai bertanya apa itu Islam dan mengapa teman-temannya begitu baik padanya.

"Apakah kebaikan ini hanya ada pada para sahabatku? Apakah ini merupakan bagian dari ajaran islam?," tutur Maya kepada dirinya sendiri.

Berawal dari momen tersebut, Maya akhirnya mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait Islam. 

Para sahabat Maya pun menjawab bukan berdasarkan opini mereka melainkan merujuk pada Alquran, hadist, sunah nabi, maupun dalil. Jika mereka tidak tahu jawabannya, mereka akan jujur kepada Maya dan berusaha mencari tahu.

"Jadi di sinilah aku berdiri di hadapan Islam, dan Islam adalah kebenaran. Aku yang menyangka bahwa islam merupakan kebenaran. Namun aku belum siap untuk menjadi seorang muslimah," ujarnya.

Selama Maya mempelajari Islam, ia tersadar bahwa mempercayai saja tidak cukup. Bagi Maya Islam merupakan jalan hidup.

"Islam punya aturan tersendiri dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan hukum. Jika aku berniat untuk menjadi seorang muslimah, berniat menjadikan Islam sebagai jati diriku, segalanya yang kuketahui selama ini harus berubah," ucap Maya.

Maya yang belum siap menjadi seorang muslimah, perlahan melakukan 'masa percobaan'. Dia mulai menjauhi makanan dan minuman haram seperti alkohol. Selain itu Maya juga menghentikan kebiasaan pergi ke klub malam.

Pakaian yang Maya kenakan juga mulai sopan. Dia bahkan membuang separuh isi lemarinya. Namun Maya masih bimbang karena memeluk Islam adalah komitmen seumur hidup. Dia ingin yakin sepenuhnya dalam memberikan komitmen kepada Allah.

Salah satu ketakutan Maya ketika hendak memeluk muslim adalah respons keluarganya yang tidak mengenal agama. Butuh waktu lama untuk Maya bisa menyampaikan niat masuk Islam kepada keluarga, terutama sang ibu.

Berkali-kali Maya mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu sang ibu, tapi dia selalu gagal karena ketakutannya.

Maya memiliki keinginan untuk memeluk Islam saat memasuki bulan suci Ramadhan.

"Aku berkeinginan untuk masuk Islam pada bulan Ramadhan, aku ingin berpuasa selama bulan tersebut, serta aku ingin merasakan nuansa Ramadhan," ujarnya.

Akhirnya beberapa pekan sebelum Ramadhan, maya menuntaskan niatnya untuk memberi tahu sang ibu perihal keinginan masuk Islam. 

Ternyata sang ibu menerima dan hanya memberikan pertanyaan mengapa ia ingin masuk Islam. Untungnya tidak terjadi perdebatan panjang karena menurut Maya, keluarganya bukanlah tipe yang gemar mendiskusikan sesuatu secara mendalam.

Restu dari keluarga, terutama ibu, sudah dia kantongi, Maya pun pergi ke Masjid Glasggow Pusat. Di masjid tersebut Maya mengucapkan dua kalimat syahadat dengan suasana penuh haru.

"Itu merupakan sebuah momen yang sama sekali tak pernah kuduga," tutur Maya.

Pada awal dia memeluk Islam, Maya belum mengenakan hijab karena tidak ingin 'kehilangan' rambut indahnya. Hingga pada suatu momen teman Maya memberikan analogi sebuah permen.

Teman Maya memberikan pertanyaan jika ada dua permen terjatuh, satu permen masih dibungkus dan satu lainnya terbuka, mana yang akan Maya ambil. Dengan yakin Maya menjawab permen yang masih terbungkus.

Dari sanalah Maya sadar bahwa Allah memberikan aturan mengenakan hijab adalah untuk melindungi perempuan.

Keputusan Maya mengenakan hijab pun tidak berjalan mulus, Ibunda Maya sempat menentang dan merasa amat marah ketika tahu Maya mengenakan Hijab. Namun pada akhirnya keluarga Maya luluh dan mendukung keputusan Maya.

"Allah tidak akan memberikan ujian yang tak mampu Anda tanggung. Tidak akan pernah ada masalah dalam hidup yang tak mampu anda atasi. Serta ada hikmah dibalik masalah tersebut," kata Maya.

Kini Maya bisa memeluk Islam dengan tenang dan mengenakan hijab sebagaimana seharusnya yang diwajibkan untuk seorang muslimah.

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut