KAWASAN puncak di Bogor menjadi destinasi wisata favorit, terutama untuk warga di seputaran Jabodetabek.
Kawasan wisata puncak lokasi berlibur bersama keluarga dan tak heran bila setiap akhir pekan jalur Puncak selalu macet parah.
Daerah ini dikenal sebagai tempat wisata penduduk Kota Jakarta dan sebagai daerah perkebunan teh yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda yang kini merupakan Perkebunan Teh milik PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas.
Keindahan daerah ini juga memukau Presiden Soekarno, sehingga ia membangun sebuah restoran untuk menikmati keindahan alam Puncak, yang kemudian diberi nama Restoran Riung Gunung. Selain itu, terdapat juga tempat-tempat rekreasi dan agrowisata yang indah, antara lain Perkebunan Teh Gunung Mas dan Gantole (Paralayang).
Di daerah Puncak juga terdapat berbagai tempat wisata menarik di antaranya Taman Safari, Kebun Bunga, Kawah Gunung Gede, Taman Sakura, Kebun Raya Cibodas, The Illusion, Curug Leuwi Lieuk, Bogor Cimory Riverside, Telaga Warna, dan banyak lagi.
Di Puncak pas terdapat sebuah masjid yang indah dengan arsitektur yang khas dan sederhana. yaitu Masjid Atta'awun. Di daerah ini juga terdapat banyak sekali villa-villa dan hotel yang dimiliki oleh warga sekitar untuk tempat beristirahatnya pengunjung, tentu saja dengan pemandangan indah dan udara sejuk.
Keberadaan Puncak sebenarya tidak terlepas dari proyek besar yang digagas oleh Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Herman Willem Daendels (1808-1811), yaitu Grotepost Weg atau Jalan Raya Pos. Jalan ini membentang di sepanjang utara Pulau Jawa yang menghubungkan Anyer (Banten) dengan Panarukan (Jawa Timur).
Pembukaan Jalan Raya Pos, Puncak
Jalan raya puncak menjadi bagian dari Jalan Raya Pos yang dibangun untuk tujuan memudahkan transportasi, khususnya pengiriman pesan/surat dan juga untuk mempertahankan Jawa dari serbuan Inggris. Pembangunan jalan raya pos yang dimulai dari Anyer, Jakarta, lalu ke masuk ke Bogor melalui Jalan Jakarta/Bataviascheweg dan Jalan Perniagaan (Handelstraa). pada awalnya tidak menemukan kendala yang berarti.
Namun ketika memasuki kawasan Gadok, Cisarua, Puncak, Cianjur, Bandung, Sumedang hingga Cirebon banyak terkendala oleh pebukitan dan pegunungan yang terjal. Pemerintah Hindia belanda kemudian mengutus Kolonel Von Lutzouw dari tentara kerajaan Belanda untuk memimpin proyek pembangunan jalan yang terkendala oleh kondisi medan yang berbukit-bukit itu.
Pemerintah Hindia Belanda juga menyediakan upah hingga 30.000 ringgit di luar beras dan garam sebagai bahan persediaan makanan untuk para pekerja. Besarnya upah yang diberikan pun disesuaikan dengan kondisi medan yang dilalui. Pada waktu membuka lahan di kawasan Puncak, para pekerja mendapatkan upah yang paling besar yaitu 10 ringgit/bulan (upah di jalan lain hanya berkisar 1 ringgit hingga ringgit per bulan).
Pembukaan jalan Megamendung
Pembangunan jalan raya di kawasan Puncak bisa dibilang adalah yang paling sulit, bahkan para pekerja yang dikerahkan untuk membuka dan meratakan lahan berjumlah 400 orang pekerja yang sebagian besar didatangkan dari Jawa. Beratnya medan tersebut adalah karena keberadaan Gunung Megamendung yang berketinggian 1880 mdpl yang lokasinya berada di sekitar Puncak pas yang akan dijadikan jalan raya.
Sebelum jalan raya puncak dibangun, perjalanan menuju Cipanas dari Batavia akan memakan waktu hingga delapan hari. Setelah pembangunan jalan ini selesai, perjalanan tersebut bisa dilalui dalam waktu kurang dari satu hari. Namun begitu, Walter Kinloch (1853) mencatat bahwa jalan di Cisarua saat itu masih sangat terjal, sehingga mereka akan membutuhkan bantuan beberapa ekor kerbau untuk menarik kereta kuda. Yang menarik, pembangunan Jalan Raya Pos sepanjang hampir 1.000 km ini hanya memakan waktu selama satu tahun yang dimulai pada Mei 1808 dan berakhir September 1809.
Di masa Hindia Belanda, daerah pegunungan menjadi salah satu destinasi favorit, utamanya untuk para pelancong yang berasal dari Eropa dan Amerika. Banyak catatan-catatan para pelancong tentang keindahan alam daerah pegunungan, seperti yang ditulis oleh Achmad Sunjayadi dalam Pariwisata di Hindia Belanda, 1891-1942. Hampir semua dataran tinggi di Jawa saat itu direkomendasikan untuk dikunjungi oleh para pelancong.
Keberadaan jalan raya Puncak kemudian membuka akses bagi para pelancong. Beberapa lokasi sudah menjadi destinasi wisata pilihan sejak masa Kolonial. Misalnya, Telaga Warna yang terletak di antara Bogor dan Sindanglaya (Cianjur). Dalam Java the Wonderland (1900) menyebutkan,pemandangan indah dan udara sejuk di sekitar Telaga Warna menjadi pelepas lelah wisatawan yang melakukan perjalanan via Jalan Raya Pos menuju Cianjur.
Telaga Warna
Kemudian Kebun Raya Cibodas. Dalam Java the Wonderland, Kebun Raya Cibodas menjadi salah satu tempat wisata favorit palancong. Kebun Raya Cibodas erat kaitannya dengan Cinchona calisaya atau Kina, salah satu jenis tanaman yang penting di masa Hindia Belanda. Kebun Raya Cibodas didirikan pada 11 April 1852 oleh Johannes Ellias Teijsmann.
Tujuan pendirian Kebun Raya Cibodas adalah sebagai tempat aklimatisasi jenis-jenis tumbuhan asal luar negeri yang mempunyai nilai penting dan ekonomi yang tinggi, salah satunya adalah Pohon Kina yang berasal dari daerah Amerika Selatan. Kebun Raya Cibodas berada di ketinggian sekitar 1.425 mdpl. Di Kebun Raya Cibodas ini pelancong juga dapat menikmati keindahan Air Terjun Cibeureum.
Tempat wisata pelancong lainnya adalah Kawah Gunung Gede. Dari Air Terjun Cibeurum, jika berjalan terus ke atas, pelancong juga dapat melihat Kawah Gunung Gede. Dari Puncak Gunung Gede, pelancong juga dapat menikmati indahnya matahari terbit dengan jelas. Hal ini tertulis dalam Illustrated tourist guide to Buitenzorg, the Preanger and Central Java (1913).
Kawah Gunung Salak
Lokasi wisata lainnya adalah Kawah Gunung Salak. Illustrated tourist guide to Buitenzorg, the Preanger and Central Java juga menyebutkan bahwa untuk dapat menikmati pemandangan kawah butuh waktu hampir satu hari penuh dengan medan yang agak sulit. Dari Buitenzorg dapat menggunakan kereta api dan turun di Stasiun Cicurug. Dari stasiun perjalanan dilanjutkan menuju daerah Cidahu.
Sumber: bogorkab.go.id/sejarahbogor.com/skalacerita.com/diolah
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta