BOGOR, INewsBogor.id - Dua pria berinisial MHN dan ASR ditetapkan polisi sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pembangunan gedung Rumah Sakit Marzoeki Mahdi (RSMM), Kota Bogor. Keduanya kedapatan mengkondisikan proyek tersebut dan menyebankan kerugian negara sebesar Rp 1,6 milyar.
Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso mengatakan kasus ini berawal dari aduan sub kontraktor yang mengeluhkan tunggakan pembayaran dalam pengerjaan proyek tersebut pada 2019.
"Reskrim menerima laporan dari beberapa sub kontraktor yang mengerjakan (proyek) di RSSM lambat pembayarannya, menunggak. Kemudian kita lakukan pemeriksaan dan penyelidikan hingga ke tindak pidana korupsinya dan LP tersebut terbit di tahun 2019," kata Bismo, Selasa (21/2/2023).
Tersangka korupsi di RSMM Kota Bogor saat digelandang polisi. (Foto : iNewsBogor.id/ist.)
"Saudara CSW dengan jabatan sebagai PPK (sudah meninggal dunia) saat dilakukan penyelidikan itu memerintahkan saudara MHB selaku Ketua Pokja pemilihan untuk memenangkan PT DCC. Antara CSW dan MHB ini adalah (sebagai) ASN," jelasnya.
Dalam peraturan, pemenang lelang tidak boleh diatur. Adapun modusnya yakni PT DCC tersebut meminjam bendera untuk memenangkan lelang.
"PT DCC memiliki dua direktur, yang pertama saudara ASR yang kita amankan dan saudara SKN yang dalam proses penyelidikan dan penyidikan meninggal dunia. SKN ini menyediakan dokumen fiktif, dokumen palsu sehingga seolah-olah dokumen tersebut bener sehingga PT DCC menjadi legal dan memenuhi syarat sebagai pemenang lelang," bebernya.
Selanjutnya, tambah Bismo, PT DCC tersebut rupanya tidak mengerjakan proyek tersebut. Proyek tersebut justru diserahkan sepenuhkan kepada sub kontraktor.
"PT DCC ini seharusnya mengerjakan seluruh pekerjaan tersebut. Namun faktanya dikerjakan secara full oleh pihak lain dan PT DCC sendiri direktur utamanya menerima sejumlah uang Rp 75 juta dari fee pinjam bendera. ASR direktur utama PT DCC ini pada saat yang bersamaan juga adalah seorang narapidana dari Tipikor atas kasus lain di Jakarta. Pelaksaan pekerjaan ini dilaksanakan oleh saudara D dan saudara N (orang lain) hingga selesai," jelasnya.
Namun, dilakukan audit konstruksi dari Politeknik Negeri Bandung didapatkan bahwa ada kekurangan dari volume hasil pekerjaan tersebut yang harusnya 100 persen tetapi minus 13 persen. Sehingga, dari kontrak pekerjaan sejumlah RP 6,7 milyar, hasil audit BPK ada kerugian negara sejumlah Rp 1,6 milyar.
"Untuk dua tersangka kita jerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1991 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ancaman hukumannya pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun atau pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun," tutupnya.
Editor : Furqon Munawar