Kesediaan Belanda untuk mendidik Raden Saleh pada hakikatnya dalam rangka politik penjajahan, yakni agar pemuda ini dapat dihindarkan dari pengaruh pamannya Sosrohadimenggala, cucu Sayid Abdullah Bustam alias Kiai Bustam, yang oleh Belanda dianggap pro Pangeran Diponegoro dalam Perang Kemerdekaan di Jawa (1825-1830).
Raden Saleh pada 1829 dikirim ke Belanda, di samping untuk melukis juga akan dijadikan pegawai pemerintahan Hindia Belanda. Pada 1839 setelah 10 tahun di negeri Kincir Angin, ia minta agar diberi kesempatan melakukan perjalanan keliling Eropa sebelum kembali ke Indonesia.
Ia berkelana dengan kapal menyusuri Sungai Rhein hingga ke Dusseldorf. Untuk kemudian mendatangi berbagai tempat di Jerman dan Eropa. Dalam buku Napas Tilas Hubungan Jerman-Indonesia, Raden Saleh dilukiskan sebagai penyayang binatang. Dengan postur tubuhnya yang kecil, dia dikenal sebagai pengendara kuda yang handal dan pemancing ikan yang kreatif.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta