JAKARTA, iNewsBogor.id – Di tengah semarak perayaan kemerdekaan ke-78, suara protes dan keadilan menggema dari Kampung Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.
Para warga yang tergabung dalam Masyarakat Pertanahan Indonesia (MPI) mengangkat isu penyerobotan lahan oleh PT Sentul City yang mengancam keberlangsungan hak kepemilikan mereka.
Kuasa Hukum MPI, Nikson Gans Lalu, mengatakan para korban penyerobotan lahan di Bojong Koneng memiliki bukti otentik kepemilikan tanah, bahkan sebagiannya sudah membeli lahan itu sejak 2001 silam.
"Lahan membeli masyarakat atas sepengetahuan kepala desa setempat. Memang saat itu belum ada sertifikat, tapi surat legal untuk menggarap itu ada. Jadi ada bukti sah," kata Nikson kepada iNewsBogor , Kamis (17/8/23).
Namun, tindakan PT Sentul City yang mengklaim lahan tersebut sebagai milik mereka, berujung pada masalah serius. MPI yang terkena dampak berusaha mempertahankan hak kepemilikan.
Mereka telah melakukan pembayaran, namun PT Sentul City tetap menolak mengakui klaim mereka.
Nikson mengatakan pertemuan-pertemuan antara pihak MPI dan perwakilan PT Sentul City mengalami jalan buntu. Meski para korban berbicara berdasarkan bukti kepemilikan yang mereka miliki, PT Sentul City hanya menawarkan "uang kerohiman" yang dianggap tidak mencukupi sebagai bentuk kompensasi.
"Uang itu bisa dibilang cuma bentuk uang belas kasihan. Kan enggak bisa begini," ujar Nikson.
Nikson menuturkan, PT Sentul City telah mengoperasikan buldoser guna menggusur rumah dan tanah yang diklaim sebagai milik mereka. Penggusuran ini dinilai menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak sosial dan hak-hak individu.
“Sementara tanah milik warga sudah dirusak oleh mereka. Tanaman-tanamannya sudah dirusak sama mereka… inikan sangat tidak manusiawi,” katanya.
"Mereka enggak akan memberikan kompensasi yang layak, enggak ada dalam konsep mereka karena mereka mengklaim itu tanah milik mereka. Mereka pernah menawarkan begini, 'kalau bersedia ikutlah cara kami.' Cuma ngomong gitu tapi enggak jelas," imbuh Nikson.
Tidak hanya merugikan masyarakat, aktivitas penyerobotan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang keterlibatan berbagai perusahaan dalam klaim lahan di kawasan tersebut. MPI melihat ketidaktahuan tentang situasi ini tidak dapat diabaikan, terutama oleh pihak-pihak termasuk.
Nikson menduga adanya motif bisnis yang dibekingi pihak tertentu di balik aksi penyerobotan ini. "Dugaan saya ini ada kekuatan yang bermain untuk kepentingan bisnis. Apa yang disebut oligarki mungkin itu (di belakangnya). Ada mafia-mafia yang bermain di sini," tulisnya.
Pada momen hari Kemerdekaan tahun ini, Nikson berkata MPI mengingatkan pentingnya melindungi hak-hak individu dan menanamkan nilai-nilai keadilan yang tinggi.
"Hak-hak masyarakat dari berbagai lapisan yang dilanggar oleh PT Sentul City. Seharusnya di hari kemerdekaan ini hal seperti itu tidak perlu lagi terjadi. Harus dihargai hak-hak masyarakat. Selagi dia punya hak harus dihormati," kata Nikson.
Kepala Departemen Hukum PT Sentul City, Faisal Farhan, mengatakan perusahaan tak bisa memberikan uang kompensasi karena lahan yang berada di tempat masyarakat bersifat garapan. Ia menuding warga tak memiliki bukti sertifikat yang tercatat di Badan Pertanahan Nasional sehingga tak ada kewajiban bagi Sentul City untuk memberikan kompensasi.
“Tanah yang dibeli masyarakat itu statusnya sebagai tanah garapan. Perlu diketahui, itu berarti kepentingannya untuk penggarapan, bukan bangunan permanen,” katanya kepada iNewsBogor , Kamis (17/8).
Sebaliknya, kata Farhan, Sentul City hanya akan memberikan uang kerohiman. Jumlah yang diberikan kepada warga berbeda-beda tergantung berapa harga tanah saat pertama kali warga membeli.
“Kalau dia dulu belinya Rp 200 juta, ya sudah nih saya ganti uang kerohimannya sebesar Rp 200 juta,” katanya.
Editor : Ifan Jafar Siddik