JAKARTA, iNewsBogor.id – Program hilirisasi nikel yang digalakkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak 2020 berhasil mendorong transformasi ekonomi. Hilirisasi tak hanya meningkatkan nilai tambah dan ekspor, namun turut membuat Indonesia memperoleh surplus perdagangan lewat produk nikel yang sudah diolah walau masih setengah jadi.
Tenaga Ahli Menkeu Bidang Industri dan Perdagangan Internasional, Kiki Verico mengungkapkan, nilai tambah yang diperoleh dari ekspor produk turunan nikel yang sudah alami penghiliran meningkat tajam, yakni 33 kali lipat lebih tinggi dibanding sekadar mengekspor bijih nikel atau pun konsentrat. Demikian disampaikan Kiki dalam keterangannya, Jumat (18/8/2023).
“Estimasi kenaikan nilai tambah dari sebelum dan setelah hilirisasi, dilihat dari proksi nilai ekspor produk turunan nickel yaitu antara 30 hingga 31 kali lebih tinggi dari bila hanya mengekspor nickel mentah,” ucapnya.
Kiki berargumen bahwa hilirisasi dapat meningkatkan multiplier ekonomi yang tidak hanya pada produk turunan namun juga sektor-sektor lain, baik bahan mentah maupun jasa terkait langsung dan tidak langsung.
Dalam konteks jaringan produksi, hilirisasi mendorong Indonesia masuk ke dalam jaringan produksi global. Keterkaitan ini, menurutnya, penting dalam rangka mendorong manufaktur Indonesia semakin kuat lantaran terhubung dengan manufaktur dunia, khususnya pada produk-produk industri masa depan seperti batterai, besi dan baja atau mother of manufacturing.
“Untuk meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dari 5% ke 7%, Indonesia memerlukan pertumbuhan manufaktur setidaknya 9%. Itu artinya Indonesia membutuhkan pertumbuhan manufaktur dua kali lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan saat ini," ucapnya.
"Hilirisasi menjadi jalan pilihan mendorong bangkitnya industri manufaktur sehingga ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih tinggi lagi,” sambung Kiki.
Penghiliran nikel dipastikan mengurangi ketergantungan Indonesia pada sumber daya alam mentah.
Nikel yang diproduksi puluhan smelter di Indonesia kini tak hanya menghasilkan Nickel Pig Iron (NPI), Ferro Alloy dan Nickel Matte, tapi juga sejumlah produk turunan jenis HS-4 seperti Pyrometallurgy, Hydrometallurgy, Stainless Steel Chain 1, Stainless Steel Chain 2 dan Battery Chain.
Kiki mengatakan, tiga produk HS-4 alami kenaikan ekspor yang sangat signifikan pasca hilirisasi, antara lain, HS-7218 (Stainless Steel Chain 1) sebesar 9,9 kali lipat, HS-2825 (Bagian Hydrometallurgic) sebesar 9,6 kail lipat, lalu HS-7501 (Bagian Pyrometallurgic) sebesar 7,6 kali lipat. Sementara pada Stainless Steel Chain-2 terdapat sebanyak 85% HS-4 mengalami peningkatan ekspor antara 1,4 hingga 5 kali lipat.
“Berarti hilirisasi berhasil meningkatkan nilai tambah sehingga saat ekspor mentah nickel dihentikan, tumbuh 22 produk turunan HS-4 yang meningkat ekspornya sehingga lebih menguntungkan Indonesia,” ungkap Kiki.
Kiki turut memaparkan data yang menunjukkan bahwa 77 persen produk turunan HS-4 nikel masuk kategori meningkat dan tetap kuat. “Hanya 18% HS-4 yang ‘tetap lemah’ karena memang transformasi belum sepenuhnya mencapai Battery Chain,” ujarnya.
Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia ini turut mengungkapkan bahwa daya saing global 22 produk turunan nikel meningkat signifikan. Ini merupakan transformasi ekonomi yang terjadi pasca hilirisasi.
“Persentase peningkatan daya saing dapat mencapai 100% jika hilirasi diteruskan hingga Indonesia masuk dalam jaringan baterai global (Battery Chain) dan menjadi salah satu pusat industri masa depan dunia,” ucapnya.
Atas dasar itu, Kiki menyatakan bahwa hilirisasi tidak hanya meningkatkan nilai tambah, nilai ekspor dan surplus perdagangan. Tapi juga mengurangi ketergantungan Indonesia pada sumber daya alam mentah.
"Hilirisasi mendorong transformasi pengolahan yang dapat meningkatkan penyerapan pekerja, mendorong keterkaitan ekonomi baik ke depan maupun keterkaitan input ke belakang," ucapnya.
Editor : Ifan Jafar Siddik