JAKARTA, iNewsBogor.id - Stafsus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo membantah tudingan APBN digunakan untuk membayar utang ke China atas proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Diketahui, proyek ini menjadi sorotan publik usai resmi beroperasi pada Senin (2/10) lalu.
Publik menyoroti pendanaan proyek KCJB yang disebut membuat negara harus membayar cicilan Rp 266 miliar tiap bulan kepada China.
Prastowo memastikan bahwa narasi yang beredar ini keliru.
Ia menegaskan bahwa pembayaran cicilan atas proyek KCJB diangsur secara langsung oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI).
"Ini keliru. Saya luruskan, yang melakukan kontrak pinjaman untuk cost overrun adalah PT KAI dan CBD. Yang akan mengangsur? Ya PT KAI," ucap Prastowo melalui akun X pribadinya, dikutip Jumat (6/10/2023).
Pembayaran utang ke China atas proyek KCJB ini juga bersumber dari pendapatan PT KAI, bukannya APBN.
"Sumbernya? Dari pendapatan mereka, antara lain kontrak pengangkutan dengan PT Bukit Asam. Jadi bukan cicilan dari APBN," tegasnya.
Prastowo juga memastikan ada strategi mitigasi risiko gagal bayar yang diterapkan, yakni ring-fencing dan first loss basis.
APBN tidak akan langsung terimbas utang atas pengadaan KCJB bila PT KAI tak mampu membayar angsuran.
"(Bila KAI tak mampu bayar cicilan), pembayaran tidak akan langsung ke APBN juga karena masih ada PT PII (Penjaminan Infrastruktur Indonesia) sebagai perisai. Jadi memakai strategi mitigasi dengan ring fencing dan menyerap first loss basis," jelas Prastowo.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja meresmikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Biaya pengadaan KCJB membengkak atau cost overrun sebesar Rp 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 18,02 triliun.
Dengan ini, biaya total proyek yang berlangsung sejak 2016 ini mencapai 7,27 miliar dolar AS atau setara Rp 108,14 triliun.
Kendati demikian, dalam proposal proyek ini, China memberikan jaminan bahwa APBN tidak akan terbebani.
Editor : Lusius Genik NVL