Mentan pun berharap, peran professor riset di Balitbangtan bisa ikut memperkuat makna penelitian bagi sektor pertanian. “Kita perlu menyadari bahwa riset itu penting untuk keberlangsungan sektor pertanian. Apalagi pertanian hingga saat ini telah membuktikan bisa berkontribusi secara pasti bagi bangsa dan negara,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Balitbangtan Kementan Fadjry Djufry pada orasinya memaparkan tentang pertanian cerdas iklim inovatif yang berbasis teknologi budidaya adaptif. Ia menawarkan konsep Pertanian Cerdas Iklim Inovatif (PCII) yang merupakan pengembangan dari Climate Smart Agriculture yang dicetuskan FAO pada tahun 2013 sebagai solusi yang bisa digunakan dalam menghadapi perubahan iklim.
“PCII disesuaikan dengan tantangan riil kondisi pertanian Indonesia saat ini, perkiraan keadaan ke depan, serta diperkaya dengan berbagai inovasi teknologi budidaya hasil penelitian di berbagai lokasi dan agroekosistem Indonesia, dan didukung Sistem Informasi Iklim dan Tanaman (SICIT). Konsep PCII pada dasarnya juga sangat relevan dengan beberapa program strategis Kementerian Pertanian, terutama program Food Estate pada lahan rawa dan lahan kering, serta lahan kering beriklim kering.” lanjutnya.
Selain itu, PCII dapat memperkuat berbagai program strategis Kementerian Pertanian yang relevan seperti food estate, ketahanan pangan, termasuk komitmen internasional dalam menghadapi perubahan iklim.
“Diperlukan penguatan kelembagaan dan korporasi petani, serta kerjasama antara Kementan dengan berbagai lembaga penelitian serta perguruan tinggi untuk mengembangkan dan menerapkan PCII” pungkasnya.
Editor : Hilman Hilmansyah