JAKARTA, iNewsBogor.id - Anggota Komisi V DPR RI meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk memberlakukan sanksi tegas terhadap perusahaan otobus (PO) yang tidak memiliki izin operasi, menyikapi tragisnya kecelakaan bus pariwisata di Ciater, Kabupaten Subang yang menelan korban jiwa sebanyak 11 orang pada Sabtu (11/5) lalu.
"Saya merasa prihatin dengan kejadian berulang yang melibatkan bus pariwisata tanpa izin. Selain sanksi pidana sesuai dengan UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), Kemenhub perlu memberlakukan sanksi administratif yang tegas," kata Sigit dalam keterangan tertulis, Minggu (12/5/2024).
Sigit menegaskan bahwa Kemenhub tidak boleh kompromi dengan perusahaan-perusahaan bus yang berani melanggar aturan dan mengorbankan nyawa warga yang tak bersalah.
Bahkan, dia menyarankan agar pemilik bus yang melanggar tidak diperkenankan untuk membuka PO dalam waktu yang lama, bahkan sepanjang hidupnya.
"Jika pemerintah masih memprioritaskan keselamatan penumpang, tindakan tegas harus diambil terhadap PO yang jelas-jelas melanggar aturan. Data dari Kemenhub pada awal Februari menunjukkan hanya sekitar 36% bus pariwisata di Jabodetabek yang memenuhi syarat administrasi. Artinya, ada 64% yang tidak layak jalan, bahkan beberapa di antaranya tidak memiliki izin. Kemenhub sudah mengetahui hal ini, namun tanpa sanksi tegas, bus yang tidak layak dan tidak berizin terus beroperasi. Ketegasan pemerintah dalam menertibkan perusahaan bus nakal ini dapat mengurangi risiko kecelakaan," jelasnya.
Selain sanksi administratif, Sigit juga mendesak aparat hukum untuk memberlakukan sanksi pidana berat kepada pengemudi dan pemilik bus pariwisata yang terlibat dalam kecelakaan di Ciater.
Sesuai dengan UU LLAJ, sopir bisa dihukum hingga enam tahun penjara dan kendaraan yang tidak layak serta tidak memiliki izin dapat dipidana dengan hukuman penjara dua tahun.
"Bus Trans Putera Fajar melakukan banyak pelanggaran, dari tidak layak jalan hingga tidak memiliki izin operasi. Oleh karena itu, sanksi pidana maksimal harus diberlakukan untuk memberikan efek jera," tambahnya.
Menurut Pasal 286 UU LLAJ, kendaraan yang tidak layak dapat dikenakan pidana hingga dua bulan penjara atau denda hingga Rp 500.000.
Pasal 308 menjelaskan bahwa kendaraan tanpa izin angkutan penumpang dapat dihukum hingga dua bulan penjara atau denda Rp 500.000.
Sedangkan pengemudi yang menyebabkan kecelakaan fatal dapat dihukum hingga enam tahun penjara dan/atau denda Rp 12.000.000.
Tak hanya itu, Sigit juga menuntut agar PO Bus Trans Putra Fajar memberikan ganti rugi kepada korban sesuai aturan.
Berdasarkan Pasal 192 UU LLAJ, perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita penumpang yang meninggal atau terluka akibat penyelenggaraan angkutan.
Dalam kesempatan itu, Sigit menekankan pentingnya Kemenhub untuk lebih ketat mengawasi kelaikan bus yang beroperasi guna mencegah kecelakaan fatal yang mengakibatkan korban jiwa.
"Banyaknya insiden menunjukkan kelemahan pemerintah dalam mengawasi angkutan umum dan kurangnya tindakan tegas terhadap pelanggaran. Pemerintah harus memberlakukan pengawasan yang ketat dan memberikan sanksi yang tegas jika ada pelanggaran yang mengancam keselamatan masyarakat," katanya.
Tragedi Kecelakaan Bus SMK Depok
Sabtu (11/5) lalu, jalanan menurun di Ciater, Subang menjadi saksi kecelakaan maut yang melibatkan lima kendaraan, termasuk bus rombongan SMK Depok bernomor polisi AD-7524-OG dan beberapa motor.
Insiden tragis ini menelan korban jiwa sebanyak 11 orang, terdiri dari sembilan siswa dan satu guru dari SMK Lingga Kencana Depok, serta seorang pengendara motor warga Subang.
Dalam perkembangan terbaru, polisi telah menangkap kernet bus sebagai saksi kunci dalam kejadian tersebut.
"Kernet sudah kita temukan juga, kita sudah amankan juga. Ini saksi kunci, sekarang sedang dalam pemeriksaan juga oleh penyidik Polres Subang," ujar Dirlantas Polda Jawa Barat Kombes Wibowo kepada wartawan, Senin (13/5).
Editor : Furqon Munawar