JAKARTA, iNewsBogor.id - Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak, menyoroti sulitnya penerapan Good Corporate Governance (GCG) di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akibat perilaku koruptif oknum auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam sebuah persidangan terkait kasus korupsi proyek konstruksi pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II Elevated, terungkap bahwa Direktur Operasional PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP), Sugiharto, mengaku pernah menyiapkan Rp10 miliar untuk memenuhi permintaan dari BPK.
Amin Ak menyampaikan keprihatinannya atas temuan tersebut. "Auditor BPK yang seharusnya berfungsi sebagai pengawas dan penjamin transparansi malah menjadi bagian dari masalah korupsi itu sendiri. Ini tidak hanya merusak citra BPK sebagai lembaga independen, tetapi juga menghambat proses penegakan GCG di BUMN," tegas Amin dalam keterangan tertulis, Kamis (16/5/2024).
Perilaku Koruptif di BPK
Kasus ini bukan yang pertama. Dalam beberapa persidangan kasus korupsi lainnya, perilaku koruptif oknum auditor BPK juga terungkap. Misalnya, dalam kasus korupsi proyek BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika, Anggota III BPK Nonaktif, Achsanul Qosasi, disebut-sebut meminta uang untuk memanipulasi hasil audit. Di Kementerian Pertanian, seorang pejabat mengungkap adanya permintaan uang Rp12 miliar oleh oknum BPK untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Anggota DPR RI, Amin Ak. Foto: dpr.go.id
Dampak Terhadap GCG di BUMN
Menurut Amin, keberadaan auditor BPK yang koruptif mengganggu upaya penegakan GCG di BUMN. "Ketika auditor yang bertugas melakukan pemeriksaan justru terlibat dalam tindakan korupsi, maka hasil audit tidak lagi dapat diandalkan," ujarnya. Hal ini berarti laporan keuangan yang seharusnya mencerminkan kondisi riil perusahaan bisa dimanipulasi, menciptakan ketidakadilan bagi BUMN yang berusaha menerapkan prinsip-prinsip GCG dengan baik.
BUMN yang patuh terhadap GCG merasa dirugikan ketika melihat BUMN lain yang tidak sepatuh mereka bisa lolos dari pengawasan atau memperoleh opini WTP karena adanya kolusi dengan auditor BPK. "Ini sangat disayangkan, auditor yang seharusnya bersikap objektif dan independen, justru terjebak dalam praktik suap dan gratifikasi," kata Amin.
Reformasi BPK
Amin mendesak dilakukan reformasi menyeluruh di BPK, mulai dari proses rekrutmen, pelatihan, hingga sistem pengawasan yang lebih ketat. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas juga harus menjadi prioritas agar publik dapat memantau dan mengevaluasi kinerja auditor BPK. "Pemberian sanksi yang tegas dan adil bagi auditor yang terbukti melakukan tindakan koruptif harus dilakukan untuk memberikan efek jera," tegasnya.
Editor : Furqon Munawar