Ormas Islam Terima Konsesi Tambang, Ini Pandangan Pakar Sosiologi Lingkungan UIKA Bogor

BOGOR, iNewsBogor.id - Di penghujung masa pemerintahannya yang tinggal hitungan bulan, Presiden Jokowi secara mengejutkan berbagi konsesi tambang kepada dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Sontak kabar terkait hal itu pun menjadi pembicaraan di ranah publik bahkan memunculkan polemik mengingat kapasitas, kapabilitas, aksestabilitas ormas Islam dalam tata kelola tambang berpotensi memunculkan masalah utamanya dampak kerusakan lingkungan yang bertentangan dengan prinsip dasar agama.
Pakar Sosiologi Lingkungan yang juga Dosen Ilmu Lingkungan Program Studi Ilmu Lingkungan Fakultas Teknik dan Sains Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, DR Rimun Wibowo angkat bicara sekaligus membeberkan prinsip prinsip tata kelola tambang secara sosiologis.
“Sebagai konsekuensi logis menerima tawaran untuk mengelola tambang, selain harus memantaskan diri baik dari aspek teknis, ekonomis, financial, kelembagaan, dan lain-lain, ormas Islam penting juga memahami, mengembangkan dan menjadi contoh penerapan Environmental and Social Governance (ESG) pada level organisasi. Dan Environmental and Social Standard (ESS) pada level proyek-proyek tambang yang akan dikelola,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima media, Selasa (30/7/2024).
Sembari mengutip dalil yang melatarbelakanginya, DR Rimun Wibowo menyatakan bahwa pada hakekatnya Al-Quran dan Al-Hadits banyak membahas prinsip-prinsip ESG dan ESS ini,
“Aspek ini merupakan bagian dari nature (sifat dasar/alami) Ormas Islam sebagai kelompok dakwah (penerus risalah kenabian) yaitu menjadi rahmatan lil ‘alamiin (QS. Al Anbiya’ ayat 107),” terangnya.
Oleh karena itu, Rimun mengharapkan Ormas Islam penerima konsesi tambang harus tetap memperhatikan dengan seksama aspek moral dengan tetap mengedepankan keteladanan.
“Kami berdoa dan berharap, sekali lagi, sebagai konsekwensi menerima tawaran tersebut, ormas Islam yang mengelola tambang hendaknya menjadi teladan nomor wahid dalam pengembangan dan penerapan ESG dan ESS berperspektif Islam, jika tidak, mungkin akan menjadi tamparan keras baginya, mengingat sebelum menerima tawaran tersebut sudah banyak tokoh yang mengingatkan,” tandasnya.
Rimun pun mengingatkan penerima konsesi (Ormas Islam-red), hal tersebut berat mengingat aspek ini (ESS-red) sering dipandang sebagai cost center, bukan profit center. Namun ormas Islam yang selama hari-hari ini bergulat di cost center, bisa menjadi teladan bagi pengelola tambang dalam hal kepatuhan (complence) dalam menjalankan ESG dan ESS.
Sembilan Prinsip Environmental and Social Standard (ESS)
DR Rimun Wibowo secara detail memaparkan, meski dengan istilah berbeda, pembahasan ESS di lembaga internasional, substansinya mirip yaitu ada Sembilan ESS. Prinsip yang harus dipatuhi dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan/proyek, termasuk tambang yang akan dikelola oleh Ormas Islam, yaitu:
“Standar-standar di atas untuk memastikan bahwa proyek-proyek tambang yang dikelola mempromosikan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif, dengan menghormati hak-hak sosial masyarakat dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial,” pungkasnya.
Editor : Furqon Munawar