BOGOR, iNewsBogor.id – Sengkarut sengketa lahan antara PT Sentul City dengan masyarakat setempat tampaknya belum berakhir. Sejumlah warga yang merasa dirugikan oleh upaya penguasaan lahan oleh perusahaan properti tersebut, seperti Dede Hasan Senjaya dan Djoe Alex Ramli, siap melakukan perlawanan. Mereka menghadapi dominasi PT Sentul City yang selama ini menguasai lahan dengan dukungan hukum yang dianggap tidak adil.
Kuasa hukum kedua warga, Berto Tumpal Harianja, menyatakan bahwa sengketa ini belum selesai dan dia akan terus membela hak-hak kliennya. Sengketa ini bermula sejak tahun 2015 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, yang pada akhirnya menghasilkan putusan yang membatalkan sebagian Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 305 milik PT Sentul City. SHGB tersebut diterbitkan berdasarkan Surat Pelepasan Hak (SPH) yang dianggap tidak sah.
Pada tahun 2019, PT Sentul City mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Cibinong, namun Mahkamah Agung menolak gugatan tersebut dan mengesahkan Akta Jual Beli (AJB) milik kliennya, Djoe Alex Ramli. Meski demikian, PT Sentul City kembali menggugat dengan dasar hukum yang sama pada tahun 2024. Berto merasa heran karena bukti yang diduga palsu dari PT Sentul City tetap diterima oleh Pengadilan Negeri Cibinong.
Berto menjelaskan kejanggalan dalam kasus ini dengan menunjukkan perubahan nomor dan tanggal pada SPH yang diajukan oleh PT Sentul City. Menurutnya, SPH tersebut mengalami perubahan yang mencurigakan dari tahun ke tahun, tanpa dasar yang jelas.
“Hal ini terlihat dari perubahan nomor dan tanggal Surat Pelepasan Hak (SPH) yang diajukan PT Sentul City. Perubahan ini sangat janggal dan tidak konsisten,” jelas Berto dalam keterangan persnya pada Kamis (15/08/2024).
Lebih lanjut, Berto juga menyoroti bahwa majelis hakim Pengadilan Negeri Cibinong tidak mempertimbangkan perbedaan luas objek sengketa yang diajukan PT Sentul City dengan objek yang sebenarnya. Menurutnya, persil lahan yang digugat juga berbeda, namun tetap diterima oleh pengadilan.
“Bahkan persil lahan yang digugat pun berbeda, tetapi tetap diterima oleh pengadilan,” tandas Berto.
Melihat kejanggalan-kejanggalan tersebut, Berto dan timnya sudah mencurigai bahwa gugatan ini akan dikabulkan. Oleh karena itu, pada 3 Juni 2024, mereka mengirim surat kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Pengadilan Tinggi Jawa Barat untuk mengawasi ketat kasus ini.
Kecurigaan mereka terbukti, karena PN Cibinong mengabulkan gugatan dari PT Sentul City, meskipun proses peradilannya dipenuhi dengan kejanggalan.
“Kami telah menyampaikan surat resmi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) terkait putusan Majelis Hakim PN Cibinong nomor 137/Pdt.G/2024/PN.Cbi,” ungkap Berto.
Dalam persidangan, Berto juga menemukan bahwa dua anggota majelis hakim tidak mengajukan pertanyaan kepada saksi dari pihak PT Sentul City, namun sebaliknya, saksi dari pihak tergugat, Dede Hasan Senjaya dan Djoe Alex Ramli, justru dikejar dengan pertanyaan yang intens oleh hakim yang bernama Dewi Apriyanti.
Lebih disayangkan lagi, dua hakim anggota lainnya tidak hadir saat sidang lokasi objek sengketa, padahal pada sidang tersebut, PT Sentul City tidak dapat menunjukkan batas-batas lahannya secara jelas dan terkesan bingung.
“Kami meminta Dewan Pengawas Pengadilan untuk memeriksa majelis hakim yang memutus perkara ini. Putusan tersebut sangat kontroversial, mengingat Mahkamah Agung sudah mengesahkan AJB klien kami. Ini harus dilakukan demi memenuhi rasa keadilan,” pungkas Berto.
Editor : Ifan Jafar Siddik