JAKARTA, iNewsBogor.id – Terkait polemik dugaan penyelewengan program beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP) yang terjadi di Polewali Mandar (Polman). Indonesia Corruption Watch (ICW) angkat bicara dengan menyebut penyelewengan beasiswa PIP tersebut potensial sangat berkaitan dengan korupsi dan kerugian negara.
Peneliti Senior ICW, Almas Sjafrina mengatakan dugaan penyelewengan dana PIP terjadi juga di daerah lainnya seperti di Tasikmalaya. Dan kerugian keuangan negara akibat praktek koruptif tersebut angkanya tidak main main.
“Dari tren korupsi yang ditindak oleh aparat penegak hukum angka (Korupsi PIP) mungkin sudah bisa disimpulkan oleh penegak hukum. Tapi kalau kita lihat satu kasus, misalnya yang terjadi di Tasikmalaya itu kan menyangkut penyaluran dana PIP di 300 sekolah. Kerugian negara juga gak kecil juga gitu ya, sampai Rp 700 juta dan bahkan mungkin milyaran,” ujar peneliti ICW Almas Sjafrina dalam konferensi pers, Selasa (22/10/2024) kemarin.
Almas dengan tegas menyatakan bahwa, penyelewengan tersebut bersumber dari penyalahgunaan kewenangan DPR RI yang ingin terlibat dalam penyaluran beasiswa PIP. Padahal, DPR justru seharusnya berperan dalam mengawasi program pemerintahan dan bukan melaksanakan program tersebut.
“DPR mempunyai fungsi pengawasan. Dia bukan eksekutor dari program-program pemerintah. Justru DPR mengawasi pemerintah dalam mengeksekusi program-program yang sudah masuk ke anggaran yang sudah disepakati. Kalau kemudian mereka juga menjadi pihak yang mengeksekusi, (mereka) secara tidak langsung juga mendapat benefit dari situ. Katakanlah misalnya tidak ada korupsi disitu, DPR nya masuk, kan tetap dia punya benefit advertorial,” jelas dia.
Apalagi, lanjut Almas, DPR tidak punya mekanisme untuk melakukan seleksi dan memvalidasi calon penerima beasiswa PIP. Sehingga, besar sekali potensi kerentanan calon penerima adalah orang-orang yang tidak berhak menerima beasiswa PIP.
"Anggota DPR tidak punya tools untuk menyeleksi. Dia tidak punya tools untuk memverifikasi apakah memang nama-nama yang masuk ke list adalah orang yang berhak. Orang Kementerian saja yang meyalurkan itu bisa tidak tepat sasaran, apalagi kemudian anggota DPR tidak punya perangkat, tidak punya tools, tidak punya mekanisme untuk melakukan seleksi dan memverifikasi,” ucapnya.
Peneliti senior ICW itu mengusulkan agar pemerintah mengevaluasi dan membenahi program beasiswa PIP. Terutama yang terkait dengan potensi keterlibatan Anggota DPR dalam program PIP Aspirasi.
“Dari publikasi peta jalan pendidikan 2025-2045, salah satu action plan yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah melihat kembali, mereview dan merevisi bagaimana skema pemberian bantuan itu. Apakah pemberian PIP itu efektif untuk untuk menurunkan angka putus sekolah atau enggak. Satu itu soal efektifitas, yang kedua soal mekanisme pemberian dan distribusinya begitu,” tegas dia.
Kasus penyelewengan dan politisasi beasiswa PIP di Polewali Mandar kini jadi perhatian publik, setelah sebelumnya dilaporkan Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMI) dan LBH Pendidikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
GMI menjelaskan KPK membutuhkan waktu sekitar 30 hari untuk melakukan penyelidikan atas pengaduan tersebut.
“Saya kira KPK punya niat yang jelas dan tegas untuk memproses dan menyelidiki laporan penyelewengan beasiswa PIP tersebut,” kata Koordinator GMI Andrian di kantor KPK, beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, menurut temuan sejumlah LSM, beasiswa PIP di Polewali Mandar justru disalurkan kepada penerima yang merupakan anak sejumlah pejabat teras dan anak-anak Aparatur Sipil Negara (ASN). Padahal, berdasarkan ketentuan, program beasiswa PIP hanya diperuntukkan bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin/rentan miskin.
Diduga kuat penyebabnya adalah politisasi beasiswa PIP untuk komoditas politik salah seorang oknum Anggota Komisi X DPR RI yang memiliki keterkaitan dengan salah seorang Calon Bupati Polewali Mandar. Keduanya diduga menggunakan fasilitas beasiswa ini guna memengaruhi masyarakat pemilih pada Pilkada serentak, November 2024 mendatang.
Editor : Furqon Munawar