Hanif menegaskan, Dirjen Gakkum akan menelusuri sumber sampah yang berakhir di TPA liar Limo.
"Sampah ini kemungkinan besar bukan berasal dari jalanan, melainkan dari kawasan-kawasan tertentu yang harus bertanggung jawab," tuturnya.
Langkah penutupan ini disambut antusias oleh warga sekitar yang tergabung dalam Forum Warga Terdampak TPA Liar Limo. Ketua forum, Dodi Ariawanto, menyatakan bahwa warga merasa lega dengan adanya tindakan dari Kementerian Lingkungan Hidup.
"Kami sangat bersyukur dan menyambut baik penutupan ini. Kami berharap penutupan ini bisa permanen, sehingga kami tidak lagi terganggu oleh bau sampah dan asap yang tak pernah hilang," ujar Dodi.
Menurut Dodi, warga telah lama menghirup bau busuk dan asap dari aktivitas ilegal di TPA tersebut, yang sudah ada sejak 2009 atau bahkan lebih lama. Puncak penolakan warga terjadi pada 24 Agustus 2024, ketika mereka menutup akses jalan menuju TPA. Namun, akses dibuka kembali dua hari kemudian saat terjadi kebakaran, agar petugas pemadam bisa masuk.
Dodi menjelaskan bahwa sampah di TPA liar Limo sebagian besar berasal dari Jakarta dan sering dipilah untuk diambil plastik dan kardusnya. Sisa sampah yang tidak digunakan ditumpuk hingga menggunung, menimbulkan bau dan risiko kebakaran.
"TPA ilegal ini luasnya mencapai 3,7 hektare," pungkas Dodi.
Penutupan TPA liar Limo diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan kesehatan warga sekitar, sekaligus menjadi peringatan bagi pihak lain yang masih beroperasi secara ilegal.
Editor : Ifan Jafar Siddik