Anak Korban Kekerasan Berpotensi Idap Penyakit Degeneratif

BOGOR, iNewsBogor.id - Maraknya peristiwa kekerasan terhadap anak diberbagai belahan dunia menjadikan isu perlindungan anak bukan hanya masalah nasional, melainkan tanggung jawab global. Oleh karena itu pentingnya pendekatan kolaboratif antar profesi untuk memastikan pemenuhan hak anak sesuai Konvensi Hak Anak PBB (UNCRC).
Hal itu mengemuka dalam webinar nasional memperingati Hari Perlindungan Anak Sedunia atau International Children’s Day, yang jatuh tiap 1 Juni diselenggarakan Pusat Kajian Gender dan Anak (PKGA) IPB University bersama National Institute for Child and Family Development (NICFD)-Mahidol University, Thailand.
Webinar ini menjadi momentum strategis untuk merefleksikan tantangan dan memperkuat sinergi kebijakan dan aksi nyata dalam memperjuangkan hak-hak anak.
Prof Arya Hadi Darmawan, Kepala Lembaga Riset Internasional Pembangunan Sosial Ekonomi dan Kawasan IPB University, dalam sambutannya menegaskan bahwa isu perlindungan anak bukan hanya masalah nasional, melainkan tanggung jawab global.
“Sepanjang tahun 2024, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat sebanyak 25.559 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan melalui SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak). Selain itu, masih rendahnya pencapaian Indeks Perlindungan Anak menjadi tantangan kita bersama,” ungkapnya.
Menurutnya, kerja sama internasional seperti antara Indonesia dan Thailand sangat penting untuk memperkuat kebijakan perlindungan anak yang berbasis riset dan kolaboratif.
Dr Chatchai Imarom, Dokter Anak di RS Mahidol University sebagai narasumber menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif antarprofesi untuk memastikan pemenuhan hak anak sesuai Konvensi Hak Anak PBB (UNCRC).
“Anak korban kekerasan akan berpotensi memiliki berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit darah tinggi, diabetes mellitus, hingga gangguan hati. Bahkan, pengalaman kekerasan dapat merusak perkembangan otak dan saraf yang dapat memperpendek usia seseorang,” ujar Dr Baz, sapaan akrabnya.
Sementara itu, Kepala PKGA IPB University, Dr Yulina Eva Riany, memaparkan situasi terkini perlindungan anak di Indonesia. Ia mengungkap bahwa sepanjang tahun 2024 terdapat 11.771 kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Dr Yulina juga menyoroti Indeks Perlindungan Anak Nasional yang masih belum mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024.
“Edukasi berbasis keluarga dan masyarakat sebagai unit utama dan terdekat dengan anak perlu kita lakukan. Mari upayakan perlindungan anak saat ini, dimulai dari lingkungan terdekat kita,” ajaknya.
Webinar juga membahas sejumlah kasus nyata kekerasan terhadap anak, termasuk kasus di pesantren Bandung, kekerasan bayi oleh ayah kandung, dan perdagangan anak perempuan secara daring. Kasus-kasus ini memperkuat urgensi reformasi kebijakan, peningkatan kesadaran publik, dan penegakan hukum yang berpihak pada anak.
Sejumlah rekomendasi utama yang disepakati dalam forum ini antara lain:
“Acara ini menegaskan kembali bahwa melindungi anak adalah melindungi masa depan bangsa. Oleh karena itu, urgent untuk memulai seluruh upaya perlindungan anak dari sekarang dan dari lingkungan terdekat,” tandas Dr Yulina.
Editor : Furqon Munawar