Kontraktor Bogor Menjerit, Proyek Terancam Mandek Imbas Penutupan Tambang oleh Gubernur Jabar
BOGOR, iNewsBogor.id – Sejumlah kontraktor di Kabupaten Bogor mengeluhkan kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (Demul) yang menutup aktivitas tambang di wilayah Parungpanjang, Rumpin, dan Cigudeg. Keputusan tersebut dinilai berdampak langsung terhadap proyek-proyek pembangunan yang sedang berjalan di daerah Kabupaten Bogor.
Kebijakan itu tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 7920/ES.09/PEREK tentang penghentian kegiatan tambang di beberapa wilayah Kabupaten Bogor. Akibatnya, pasokan material bangunan terganggu dan harga bahan konstruksi melonjak tajam.
Salah satu kontraktor Jonarudin mengatakan penutupan tambang membuat biaya proyek meningkat karena harga material seperti pasir dan beton mengalami kenaikan signifikan.
“Kami sebagai pelaksana yang sudah berkontrak dengan Dinas PUPR Kabupaten Bogor berharap Bupati Rudi Susmanto segera mengambil langkah konkret. Ini bisa dikategorikan peristiwa luar biasa karena kalau tidak, keterlambatan pekerjaan akan terjadi,” ujar Jonarudin kepada iNews.id, Selasa (8/10/2025).
Menurutnya, kenaikan harga material tidak sekadar naik, tetapi berpindah harga dari kisaran Rp125.000 menjadi Rp150.000 per meter kubik. Kondisi itu, kata dia, membuat sejumlah proyek pembangunan di Kabupaten Bogor terancam terhenti karena biaya material tidak lagi sesuai dengan nilai kontrak awal.
Sebelumnya, ribuan warga dari empat kecamatan di Kabupaten Bogor melakukan aksi unjuk rasa memblokade Jalan Raya Sudamanik, Desa Rengasjajar, Kecamatan Cigudeg, Senin (29/9/2025).
Aksi yang diikuti sekitar 10.000 orang dari Kecamatan Cigudeg, Parungpanjang, Tenjo, dan Rumpin itu dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan Gubernur Jabar yang menutup aktivitas tambang di wilayah tersebut.
Massa membakar ban bekas dan membentangkan spanduk yang mendesak pemerintah membuka kembali kegiatan tambang yang menjadi sumber penghidupan warga.

Koordinator aksi, Asep Fadlan, menilai keputusan tersebut mengancam ekonomi masyarakat setempat.
“Kami menolak aturan Gubernur terkait penutupan tambang karena banyak warga mencari nafkah dari usaha tambang. Sebelum mengeluarkan kebijakan, seharusnya Gubernur melihat langsung kondisi masyarakat di lapangan,” ujar Asep.
Ia menambahkan, dampak penutupan tambang tidak hanya dirasakan oleh perusahaan, tetapi juga ribuan pekerja lepas, sopir truk, buruh harian, hingga pedagang kecil yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas tambang.
“Kalau tambang ditutup paksa, sama saja menutup mata pencaharian masyarakat,” tambahnya.
Penutupan tambang galian C di tiga kecamatan tersebut kini memicu efek domino terhadap rantai pasok konstruksi di Kabupaten Bogor. Selain proyek pemerintah yang terhambat, aktivitas ekonomi di sekitar kawasan tambang juga melambat drastis.
Para kontraktor dan masyarakat berharap Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Bogor segera mencari solusi win-win agar penataan tambang tetap berjalan tanpa mematikan roda ekonomi daerah.
Editor : Suriya Mohamad Said