Soal Eksploitasi Perempuan dan Anak, Wakil Ketua Komisi VIII: Lebih Baik Mencegah Daripada Mengatasi
BOGOR, iNews.id - Penguatan Perempuan Penggerak sebagai Mitra Pemerintah untuk Pencegahan Eksploitasi Perempuan dan Anak di Kota Bogor menjadi topik dalam workshop yang digelar Yayasan Rumah Kedua kerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di balairiung Ryanta Swiss-belinn Bogor.
Workshop menghadirkan narasumber Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bogor Iceu Pujiati dan Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Bogor Kota AKP Ni Komang Armini.
Acara yang diikuti 68 perempuan penggerak dari enam kecamatan di Kota Bogor ini dipandu oleh moderator Dewi Puspasari SP yang juga ketua Yayasan Rumah Kedua.
Dalam kesempatan ini, Diah Pitaloka merasa publik makin antusias, konsen dan terbuka dengan isu-isu tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak. Sehingga sekarang tinggal bagaimana membangun pendekatan-pendekatan agar kasus-kasus terhadap perempuan dan anak terus berkurang, terutama menyangkut pencegahan dan edukasi yang dirasa masih sangat kurang dalam proporsi anggaran.
"Kayak tadi masih ada Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pusat ke daerah. Nah, ada beberapa yang memang fungsi pelayanan sudah berjalan berdasarkan komitmen di daerah, kita harapkan angggaran tersebut bisa juga digunakan untuk misalnya pencegahan dan edukasi, karena hari ini banyak sekali persoalan pemahaman itu juga yang jadi pemicu," katanya.
Oleh karenanya, politisi PDI Perjuangan itu menegaskan perlu untuk ditindaklanjuti atau direspon dari kebijakan politik anggaran tentang pencegahan dan edukasi mengenai perempuan dan anak ini.
Forum ini juga, bagi Diah sebagai anggota DPR menjadi lebih memahami kondisi di bawah, dan bagi para perempuan penggerak juga paham akan kebijakan dan informasi menyangkut anggaran.Terkait kasus ekploitasi, Diah baru-baru ini menyoroti PJTKI ilegal. Namun pihaknya juga kadang berhadapan dengan masyarakat yang tidak paham bahwa mereka dieksploitasi.
Foto : iNewsBogor.id/ist.
"Misalnya orang dibawa ke luar negeri tapi tidak terima full, mereka tidak tahu harus bagaimana, tidak tahu hukum, tidak tahu harus kontak siapa, secara hukum masyarakat jika sendiri-sendiri juga lemah, mereka juga tidak paham dieksploitasi tenaganya, dan ada juga misalnya sampai dieksploitasi seksual, mereka mungkin nggak mau tapi terjebak dalam satu kondisi.
"Untuk itu, Diah menyebut penting sekali untuk saling menjaga dan baginya bukan bagaimana menangani orang yang sudah dieksploitasi, tapi sebaiknya mencegah dengan membangun kondisi-kondisi yang kondusif agar orang kesulitan melakukan eksploitasi. Kan lebih baik mencegah daripada mengatasi apa yang sudah terjadi. Nah, pemahaman-pemahaman ini kenapa menjadi sangat penting dalam kerangka edukasi, supaya masyarakat tidak terjebak dalam kejahatan-kejahatan itu. Karena kesadaran itu menurut saya pagar paling bagus," pungkasnya.
Ditempat yang sama, Iceu Pujiati menyampaikan bahwa target dari kegiatan ini adalah para penggerak, yaitu kader-kader yang memiliki fungsi sebagai penggerak perempuan dan anak untuk memberikan edukasi dan informasi tentang eksploitasi perempuan dan anak.
"Selain itu apa itu kekerasan perempuan dan anak dan harus bagaimana ketika para penggerak di masyarakat melihat ada eksploitasi perempuan dan anak harus lapor ke mana, karena masih banyak juga yang tidak tahu," paparnya.
DP3A juga, imbuh Iceu menyampaikan berkaitan data kasus yang memang selama ini semakin meningkat, sehingga harus menjadi perhatian bersama tidak hanya pemerintah, tapi masyarakat, dunia usaha dan juga lembaga pemerhati di dalam penanganan kasus perempuan dan anak.
"Sampai dengan bulan Agustus 2022 data yang masuk terlaporkan ke UPT PPA sebanyak 61 kasus kekerasan dengan 31 kasus perempuan dan 30 kasus anak. Mudah-mudahan banyaknya laporan yang masuk ke kami ini merupakan keberhasilan satu ikhtiar bahwa kami ini menginginkan masyarakat sekarang harus sudah mulai mau berbicara, melaporkan terkait kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak yang ada di masyarakat," ungkapnya.
Iceu mengatakan, kasus kekerasan perempuan dan anak mengalami peningkatan setiap tahunnya. Seperti disampaikan wakil ketua komisi VIII DPR RI, kata Iceu, peningkatan kasus ini bisa saja terjadi dikarenakan awalnya masyarakat tidak berani bicara sehingga kasusnya kelihatan sedikit padahal yang tidak terlaporkan banyak.
"Kami mengimbau kepada masyarakat mari semua menjaga anak-anak kita, karena anak merupakan satu aset bangsa bonus demografi ketika anak-anak kita ini menjadi anak-anak yang berkualitas, kedua mari menjadikan perempuan-perempuan yang berdaya, tangguh, adaktif dengan apapun kondisi yang ada di sekitar kita, ketiga laporkan ketika ada kasus kekerasan perempuan dan anak dan keempat mari bersama-sama berkomitmen untuk stop kekerasan perempuan dan anak," ajaknya.
Sementara Ketua Yayasan Rumah Kedua, Dewi Puspasari SP menyampaikan, pihaknya sebagai mitra DP3A Kota Bogor tentunya peka dengan kondisi mengenai perempuan dan anak di Kota Bogor.
"Kami sebagai mitra, sebagai perempuan mencoba mengajak semua stakeholder seperti DP3A, DPR RI, kepolisian sampai perempuan penggerak untuk lebih peduli dengan lingkungan sekitar karena kami dari masyarakat paham bahwa sebenarnya eksploitasi anak terjadi di Kota Bogor, tetapi mungkin wujudkan tidak terbuka sebagai perempuan atau anak tereksploitasi tapi itu ada," ungkap Dewi.
Pihaknya tidak mengangkat untuk menjadikan hal negatif tersebut menjadi kasus, tetapi yang dilakukan adalah bagaimana agar mencegah itu terjadi dengan pendekatan secara personal melalui perempuan penggerak yang ada di Kota Bogor.
"Kami mengharapkan para perempuan penggerak ini untuk bisa mensosialisasikan kepada masyarakat sekitarnya," pungkasnya.
Editor : Furqon Munawar
Artikel Terkait