Kaitan tapal batas ini, kata Ujang, adalah melepaskan kawasan hutan karena mayoritas lahan di Desa Sukawangi adalah hutan. Sebenarnya, pihak desa dan lainnya sudah melakukan upaya tetapi kebijakan ini bukan sepenuhnya ada di pemerintahan desa.
"Karena yang berwenang mengeluarkan tapal batas atau pelepasan hutan ini terkakhirnya ada di KLHK. Jadi di UU jelas dan Permen KLHK di sana disampaikan tidak semudah membalikan tangan ada mekanisme tata cara yang dibentuk yang ditempuh dan masyarakat menanyakan itu," ungkapnya.
Dalam perjalanan pelepasan kawasan hutan ini, pihaknya juga telah melalui DPKPP dengan investasi lahan bahka samplingnya juga telah diserahkan. Di tengah perjalanan muncul program PTSL yang tidak berkaitan dengan pelepasan kawasan hutan.
"Karena PTSL ini meningkatkan status tanah jadi sertifikat ketika tanah itu clear tidak bersengketa dengan perorangan atau korporasi. Di sini masyarakat membaur antara PTSL dengan pelepasan kawasan hutan terkadang ada bahasanya menyatu dan kami akui termasuk kami dari desa ada yang menyampaika yang kurang tepat sehingga menimbulkan gejolak tapi kami mendukung apa yang dilakukan masyarakat karena kami juga menginginkan itu. Kami juga mengakui lahan itu berharap dikeluarkan dari penguasaan kehutanan," bebernya.
Editor : Furqon Munawar
Artikel Terkait