JAKARTA, iNewsBogor.id - Ketua Umum Asosiasi Presisi, Mohammad Anas RA menyebut lima tanda delegitimasi Pemilu 2024 yang saat ini telah terjadi dalam kontestasi Pemilu di Indonesia. Hal itu diungkapkannya dalam Dialog Asosiasi Presisi feat Trust Indonesia dengan tema 'Tanggung Jawab KPU-Bawaslu Mengantisipasi Kerawanan Penyelenggaraan Pemilu', Selasa (13/2) malam.
Sebelumnya, Anas mengatakan bahwa dalam setiap pemilu adanya kelompok-kelompok yang hadir untuk mendelegitimasi hasil pemilu bahkan proses pemilu itu suatu hal yang wajar.
"Menurut saya, hari ini kalau kita melihat secara seksama bahwa 2024 ini dari 3 pasangan calon, ada satu pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dijadikan sebagai *common enemy* atau musuh bersama sehingga pertarungan politik ini semakin sengit," ucap Anas.
Adapun lima tanda delegitimasi Pemilu, menurut Anas, yang pertama saat momentum debat ada dua Paslon yang seolah-olah hanya menyerang satu Paslon.
"Ini kan kelihatan. Yang kedua misalnya di antara 2 Paslon yang ada relawan-relawan yang ada di lapangan juga melakukan konsolidasi bersama. Ada 2 relawan presiden melakukan debat bersama tanpa melibatkan satu paslon lain, Ini yg bakal jadi rawan konflik yg terjadi besok," ungkap Anas.
Selanjutnya yang kedua, kata Anas, saat ini banyaknya isu-isu yang memantik untuk mengharumkan nama salah satu Paslon. "Misalnya isu tentang pembagian bansos yang digunakan untuk kepentingan salah satu pasangan tertentu," ujarnya.
Yang ketiga, Anas mengatakan ada segelintir kelompok-kelompok elit yang ikut bermain dalam kontestasi Pemilu demi menghindari kecurangan. "Beberapa kelompok elit bangsa kita yang juga memiliki rasa khawatir terhadap potensi kecurangan Pilpres ini," katanya.
Lebih lanjut, yang ke empat, banyaknya gerakan-gerakan kampus yang dianggap sebagai gerakan politik praktis. "Yang ke empat adalah akhir-akhir ini kita melihat ada gerakan di kalangan kampus di mana ada dugaan mencurigai dugaan gerakan ini. Pasalnya gerakan-gerakan di kampus selama ini tidak pernah terlibat dalam gerakan politik praktis (untuk Pemilu)," ucap Anas.
"Malah justru hadir gerakan-gerakan sivitas yang seolah-olah melakukan propaganda terkait adanya dugaan potensi kecurangan yang akan terjadi," lanjutnya.
Terakhir, yang kelima Anas mengatakan, bahwa selain gerakan dari kampus, adanya statement dari guru-guru besar yang menganggap bahwa Pemilu hari ini dianggap curang.
"Yang kelima bukan saja di kalangan dosen, muncul pernyataaan beberapa guru besar sejak hari Senin kemarin bersamaan dengan letupan-letupan gerakan mahasiswa di berbagai Indonesia yang sudah menjustifikasi bahwa Pilpres 2004 ini pasti dicurangi," imbuhnya.
Sementara itu, Trust Indonesia menilai kredibilitas Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selaku penyelenggara berada pada angka enam atau sedikit lebih baik dari angka selayaknya.
"Iya 6 lah," ujar Direktur Eksekutif Trust Indonesia Azhari Ardinal dalam forum tersebut.
Meskipun demikian, Azhari optimis partisipasi publik dalam Pemilu 2024 cukup banyak. Pasalnya, narasi besar soal kecurangan di masyarakat mampu meningkatkan partisipasi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya.
"Saya optimis bisa-bisa dapat (nilai) 9 ini. Saya yakin bakal ada peningkatan partisipasi publik dalam memilih," tuturnya.
Editor : Furqon Munawar
Artikel Terkait